Saya ini termasuk orang yang sering membanding-bandingkan. Tidak. Tidak. Jangan takut. Saya bukan membandingkan satu orang dengan orang lain, tetapi membandingkan apa yang telah saya punya pada masa lalu dengan apa yang telah saya raih pada masa sekarang.
Ya, saya sering berkaca. Bukan, bukan dengan cermin. Berkaca diri. Berkaca sebenarnya sudah sejauh mana saya memanfaatkan apa yang saya punya, sudah seberani mana saya mencoba hal baru yang tidak saya ketahui sebelumnya dan seberapa lama saya bisa bertahan untuk menjalani hal-hal yang dititipkan di kehidupan saya.
Kalian bisa saja mengatakan bahwa saya adalah orang yang pemikir, perasa, peka, pahlawan yang selalu bersedia ada untuk berada di samping teman yang selalu membutuhkan keberadaan saya, tetapi tahu tidak? Bukan. Saya bukan tipe orang seperti itu. Saya tidak sekeren itu jika kalian menganggap hal yang saya sebutkan di atas itu keren.
Saya ini orang yang sulit menunjukkan apa yang saya inginkan, orang yang selalu berjalan lurus tanpa melihat sekeliling selayaknya orang yang sedang memakai kacamata kuda. Saya juga termasuk orang yang berjalan terlalu cepat hingga orang lain terkadang kesulitan menyeimbangkan langkah saya, saya orang yang berbicara ketika diminta, orang yang mudah sekali tertidur ketika terjebak di tengah perbincangan yang banyak menggunakan kosakata sulit. Saya ini orang yang mati rasa.
Saya tahu apa yang saya mau, tetapi saya takut karena saya tidak tahu akan menjadi apa saya ketika saya telah mendapat apa yang saya mau.
Salah satu tokoh di serial tv kesukaan saya pernah berdialog seperti ini :
"You have to listen to what the world is telling you to do and take a leap."
Yeah, i think so. Saya juga berpikir seperti itu, tetapi hal yang menjadi masalah adalah pendengaran saya masih samar dan saya agak kesulitan untuk berbincang dengan dunia.
Jadi? Masih abu-abu.
Bukan saya tidak mampu mengubah abu-abu itu menjadi hitam-putih yang jelas, tetapi saya masih menikmati keabu-abuan itu. Saya bisa saja mencari cara untuk menentukan mana hitam dan mana putih, tetapi saya tidak mau. Biar saja abu-abu. Biar saja ambigu. Saya tidak peduli. Yang saya peduli adalah seharusnya telinga saya masih cukup sehat untuk mendengar apa yang dunia katakan pada saya agar saya megetahui apa yang selanjutnya dapat saya lakukan ketika saya telah mendapat apa yang saya inginkan.
Jadi, jika kalian masih berpikir bahwa saya adalah orang yang pemikir, perasa, peka, pahlawan bagi teman-teman saya. Tidak. Bukan. Saya tidak pernah menjadi orang seperti itu dan tidak sedang berusaha menjadi seperti itu. Saya hanya orang yang sedikit-sedikit berusaha mendengar apa yang dunia katakan kepada saya dan apa yang dunia ingin saya lakukan. Sesederhana itu.
Ya, saya sering berkaca. Bukan, bukan dengan cermin. Berkaca diri. Berkaca sebenarnya sudah sejauh mana saya memanfaatkan apa yang saya punya, sudah seberani mana saya mencoba hal baru yang tidak saya ketahui sebelumnya dan seberapa lama saya bisa bertahan untuk menjalani hal-hal yang dititipkan di kehidupan saya.
Kalian bisa saja mengatakan bahwa saya adalah orang yang pemikir, perasa, peka, pahlawan yang selalu bersedia ada untuk berada di samping teman yang selalu membutuhkan keberadaan saya, tetapi tahu tidak? Bukan. Saya bukan tipe orang seperti itu. Saya tidak sekeren itu jika kalian menganggap hal yang saya sebutkan di atas itu keren.
Saya ini orang yang sulit menunjukkan apa yang saya inginkan, orang yang selalu berjalan lurus tanpa melihat sekeliling selayaknya orang yang sedang memakai kacamata kuda. Saya juga termasuk orang yang berjalan terlalu cepat hingga orang lain terkadang kesulitan menyeimbangkan langkah saya, saya orang yang berbicara ketika diminta, orang yang mudah sekali tertidur ketika terjebak di tengah perbincangan yang banyak menggunakan kosakata sulit. Saya ini orang yang mati rasa.
Saya tahu apa yang saya mau, tetapi saya takut karena saya tidak tahu akan menjadi apa saya ketika saya telah mendapat apa yang saya mau.
Salah satu tokoh di serial tv kesukaan saya pernah berdialog seperti ini :
"You have to listen to what the world is telling you to do and take a leap."
Yeah, i think so. Saya juga berpikir seperti itu, tetapi hal yang menjadi masalah adalah pendengaran saya masih samar dan saya agak kesulitan untuk berbincang dengan dunia.
Jadi? Masih abu-abu.
Bukan saya tidak mampu mengubah abu-abu itu menjadi hitam-putih yang jelas, tetapi saya masih menikmati keabu-abuan itu. Saya bisa saja mencari cara untuk menentukan mana hitam dan mana putih, tetapi saya tidak mau. Biar saja abu-abu. Biar saja ambigu. Saya tidak peduli. Yang saya peduli adalah seharusnya telinga saya masih cukup sehat untuk mendengar apa yang dunia katakan pada saya agar saya megetahui apa yang selanjutnya dapat saya lakukan ketika saya telah mendapat apa yang saya inginkan.
Jadi, jika kalian masih berpikir bahwa saya adalah orang yang pemikir, perasa, peka, pahlawan bagi teman-teman saya. Tidak. Bukan. Saya tidak pernah menjadi orang seperti itu dan tidak sedang berusaha menjadi seperti itu. Saya hanya orang yang sedikit-sedikit berusaha mendengar apa yang dunia katakan kepada saya dan apa yang dunia ingin saya lakukan. Sesederhana itu.
by Dita Oktamaya
2 comments:
sampai detik ini dunia saya juga masih abu-abu. Bahkan di umur ku saat ini saya masih tidak dapat menentukan harus menuju ke hitam atau ke putih. Bukan karena saya nyaman di abu-abu, namun karena saya belum melihat dunia dengan warna berbeda. Bagi saya seluruh dunia di depan mata masih abu-abu. Kalau kamu?
@arasi : saya bisa mencari cara untk menentukan hitam atau putih atau bahkan warna lain, tetapi saya lebih suka keambiguan, lebih suka tebak-tebakan apa yg akan berada di depan saya nanti, memang masih abu-abu dan pasti ada caranya saya melihat abu-abu itu menjadi warna yg lain, tetapi saya tidak mau, biar dulu itu menjadi abu-abu karena saya suka seperti ini. Nanti jika saya sudah selesai dgn keabu-abuan itu, saya tau apa yg saya lakukan :)
Post a Comment