Thursday, May 24, 2012

Saya Rasa Saya Mulai Menjadi Gila

Biasanya kamu adalah orang yang meminta bantuan saya untuk menghafal nama obat-obatan yang sedang kamu pelajari. Tidak. Saya tidak kangen saat-saat kamu minta bantuan menghafal obat-obatan karena nama obat-obatan itu terlalu sulit bahkan untuk saya eja.

Yang saya kangen adalah kamu yang dengan santainya berjalan di depan televisi yang sedang saya tonton dan dengan sengaja menutupinya dengan badanmu yang mungil saat saya sedang menonton film kartun kesukaan saya di rumah. Yang saya kangen adalah kamu yang selalu dengan enaknya mencuil makanan yang sedang saya makan yang katamu cuma icip, tetapi akhirnya malah kamu yang lebih banyak memakannya.

Yang saya kangen adalah saat kamu dengan seenaknya mengutak-atik ponsel saya dan memenuhi memorinya dengan foto-fotomu yang jika saya bermaksud menghapusnya bola matamu bisa lebih besar dari ukuran aslinya.

Yang saya kangen adalah ucapan "Eh, ndut udah bangun" yang kamu sampaikan ketika melihat rambut saya yang berantakan karena baru saja terjaga dari tidur siang. Yang saya kangen adalah kamu yang selalu minta dimatikan ac nya ketika tidur, tetapi kemudian minta dinyalakan lagi karena kamu kepanasan. Yang saya kangen adalah kamu yang selalu minta ditemani menonton televisi di lantai atas rumah kita, tetapi pada akhirnya malah kamu yang ditonton televisi karena pasti kamu tertidur karena angin di lantai atas terlalu sejuk untukmu.

Biasanya kamu adalah orang yang selalu mencubit pipi saya, mengusap pelan bahu saya ketika saya berkata tidak sanggup dengan hal yang sedang saya kerjakan. Sekarang saya berada di titik jenuh saya dalam perkuliahan, saya sudah hampir berada di penghujung semester yang tandanya jadwal saya semakin padat karena ujian akhir sebentar lagi datang.

Jujur, saya butuh kamu, butuh untuk kamu semangati, kamu peluk dan kamu sanjung dengan mengatakan bahwa saya pasti bisa melakukannya karena saya anak yang rajin, meskipun saya tahu itu tidak benar. Saya butuh untuk kamu ajak pergi bersenang-senang menumpahkan kebosanan karena yang saya lihat di rumah hanya perabotan tak bernyawa karena mama dan papa sibuk bekerja.

Saya butuh melihatmu ketika kamu menunjuk ke dirimu sendiri saat saya sedang menanyakan arti seorang sahabat itu seperti apa. Saya butuh melihatmu melihat saya.

Kak, dede kangen kakak.


By Dita Oktamaya

Tuesday, May 22, 2012

I'm happy for you too

Bukan tentang perpisahan, ini tentang saya yang tidak siap menghadapi perpisahan.

Bisa ketemu lagi? Pasti. Saya juga yakin itu. Saya hanya merasa keseharian yang berkali-kali dilakukan secara berkala dan terus menerus hingga saya terbiasa, kini sudah tidak ada. Ya, saya sedih karena itu, tetapi saya senang kamu sudah satu langkah lebih jauh dari saya yang masih bingung dengan dunia yang masih terlihat samar di depan saya.


Saya masih kecil, sama seperti saya yang kamu temui tiga tahun lalu, ingat? Saya selalu menjadi orang yang sama cerewetnya, sama bodohnya bermain basket, sama manjanya minta diantar-jemput, sama kutu bukunya sampai kamu heran kenapa saya suka sekali dengan toko buku, sama semangatnya untuk kuliah, sama nakalnya masalah makan dan tidak suka makan tepat waktu.

Saya masih sama seperti dulu, teman yang tiga tahun lalu kamu ajak kebut-kebutan sampai pucat dan mual. Selama tiga tahun ini saya tidak banyak berubah, saya hanya lebih terbiasa melakukan sesuatu serba sendiri, kamu tahu persis seperti apa saya ketika merindukan rumah kan? Dan kamu masih saja menghibur saya dengan lelucon renyahmu hingga saya menangis sambil tertawa.

Kamu teman teraman yang pernah saya punya karena kamu selalu dapat diandalkan dan selalu mau mendengarkan. Kamu berkata kamu ingin seperti Damar yang begitu mudahnya menjadi teman yang paling menjadi kesayangan saya. Saya juga tidak tahu mengapa, tetapi kamu harus tahu kamu adalah teman teraman saya dan saya tidak mau kamu menjadi orang yang berbeda hanya karena ingin menjadi seperti Damar. Saya nyaman bersama kamu yang menjadi apa adanya dirimu.

Sekarang kamu sudah besar, sudah satu langkah di depan saya, saya harap kamu dapat lebih baik menjaga dirimu nantinya. Dunia luar kejam dan tidak terlalu nyaman, kata mama saya begitu. Saya selalu ingat kata mama, kamu juga ya.

Selamat untuk kelulusan kamu, apapun, dimana pun, dan kapanpun nanti, saya mohon jangan pernah berubah menjadi sosok yang bukan dirimu, be yourself ya, Ebeng :D


----


NB : Dedicated to my friend Cupu Manik Astagina yang hari ini sudah resmi melepas status mahasiswi Diploma 3, semoga kamu semakin menjadi orang baik dan menjadi teman yang baik untuk semua orang. Jangan lupa saya ya, karena nanti kapan dan dimana saya ingin bertemu lagi dengan kamu yang sudah terbiasa dengan dunia kerja satu langkah di depan saya :)


by Dita Oktamaya

Sunday, May 20, 2012

Ya, Saya Takut

Hari ini saya bertemu dengan senior-senior saya yang berada satu tingkat di atas saya. Jika dipikir-pikir sudah cukup lama saya tidak berkumpul bersama mereka dan menghabiskan waktu bersama, sekedar berbincang.

Mereka masih menyenangkan seperti dulu, penuh tawa, penuh ekspresi. Dua di antara mereka (jumlah seluruhnya tujuh orang) besok akan diwisuda, diresmikan jadi sarjana.

Melihat kenyataan itu saya jadi berpikir bagaimana saya nanti. Wisuda adalah hal yang penting bagi semua mahasiswa, penting, karena hal itu merupakan simbolisasi seseorang untuk melepas statusnya dari mahasiswa menjadi masyarakat pekerja seutuhnya.

Takut? Ya, saya takut.

Entahlah, saya tidak ada bayangan, tidak mengerti apa yang seharusnya saya lakukan untuk berani menatap segala sesuatu yang berada di depan saya, semuanya masih abu-abu.

Saya takut sendirian, takut memasang label bertuliskan "individu" di dahi saya. Saya takut kepalsuan, takut mendapat dukungan dari teman yang sesungguhnya merupakan para pesaing yang berkedok persahabatan. Saya takut saya tidak mendapatkan ketulusan seperti ketika saya masih berada dalam lingkup kemahasiswaan. Saya takut.

Jika saya berkata takut, saya jadi teringat pesan teman kesayangan saya :

"Yang terpenting kamu percaya, jika kamu melakukan sesuatu, tetapi kamu tidak percaya, apa yang kamu lakukan sia-sia. Inget ya, di dunia ini tidak ada yang sia-sia kecuali orang itu tidak mau berusaha."

Terima kasih ya, kamu. Kamu teman yang berhati nyaman dan selalu bisa membuat saya merasa lebih baik, meski kadang saya tidak sadar kamu telah melakukannya :)


by Dita Oktamaya

Monday, May 14, 2012

Surat Untuk Separuh Hidup

Dear my Dearest,

Kalian apa kabar?

Apa kalian masih suka menonton televisi sambil makan kacang? Apa kalian masih suka mencari makan di luar bersama setiap sabtu malam? Apa kalian masih suka sarapan nasi uduk setiap minggu pagi? Apa kalian masih suka berbelanja cemilan tradisional di pasar pagi? Apa kalian masih suka membeli es krim dan menaruhnya di lemari es sampai es krim itu benar-benar membeku dan kalian lupa memakan es krim itu sampai saya pulang?

Saya di sini sendiri, masih meraba masa depan saya yang masih terlihat gelap. Saya belum bisa buat bangga kalian ya? Maafkan saya. Seandainya saya bisa lebih dari ini.

Saya kesepian tanpa kalian di sini, rasanya saya ingin menangis ketika kewajiban yang harus saya lakukan semakin hari semakin banyak, tetapi kalian tidak berada di samping saya untuk sekedar menepuk bahu saya agar saya berdiri lebih tegak. Saya jenuh dengan kehidupan saya yang berjalan sama persis tanpa mendengar suara tawa kalian.

Kalian pernah bilang jangan pernah menyesal atas hal yang telah saya pilih untuk berada 512 km jauh dari kalian. Saya berusaha untuk itu. Tidak, saya tidak pernah menyesal karena saya tahu pasti ada alasan yang tepat mengapa saya ditempatkan di sini oleh Tuhan. Saya tidak menyesal.

Satu-satunya hal yang tidak bisa saya tahan adalah ketika saya benar-benar ingin bertemu kalian, tetapi saya tidak berdaya untuk melakukannya karena jarak yang terbentang begitu nyata di hadapan saya, hingga saya tersadar bahwa saya hanya berada di sebuah kamar kotak, sendirian, tanpa kalian yang biasanya lalu lalang mengganggu kesendirian saya menonton televisi di rumah.

Kalian bilang saya tidak pernah banyak bercerita. Kalian bilang saya ini anak keras kepala yang tidak mau mengatakan keinginannya karena lebih suka menyimpannya dalam hati. Kalian bilang saya ini anak yang sudah dewasa dan bisa kalian lepas sejauh 512 km.

Kalian tahu? Saya tidak setegar itu.

Saya selalu butuh kalian, selalu butuh kalian peluk, kalian jadikan senda gurau karena masih kecil. Saya selalu butuh mendengar tawa kalian di sekitar saya. Saya selalu butuh kalian sanjung, kalian bagi cerita tentang hal lucu, tentang kehidupan, tentang kitab suci yang sama-sama kita percayai, tentang banyak hal yang membuat saya selalu merasa nyaman setiap kali berada di dekat kalian.

Kalian adalah hal yang paling saya suka di dunia ini, tawa kalian, cerita kalian, perhatian kalian, keteduhan kalian, bahkan omelan kalian yang selalu masuk telinga kanan keluar telinga kiri adalah hal yang paling saya suka di dunia ini. Saya beruntung memiliki kalian, beruntung sekali.

Kalian selalu berusaha menjadi yang terbaik untuk saya tanpa menuntut saya untuk menjadi yang terbaik untuk kalian. Kalian selalu berusaha meluangkan waktu untuk saya tanpa menuntut saya untuk meluangkan waktu untuk kalian. Kalian selalu membuat saya merasa nyaman bahkan ketika kalian tidak mengatakan sepatah kata pun di samping saya.

Kalian bilang saya adalah anak yang tegar, anak yang memiliki prinsip untuk menyudahi tanpa menyesal atas pilihan yang dipilih. Kalian bilang saya adalah anak yang tegas yang bisa mengambil keputusan dengan bijaksana. Kalian bilang nantinya saya akan menjadi pemimpin yang baik dalam melakukan beberapa hal.

Kalian tahu? Saya tidak secemerlang itu.

Tanpa kalian saya tidak bisa berdiri lebih tegak, saya hanya anak kecil yang penuh ketakutan menghadapi dunia yang masih abu-abu. Tanpa kalian saya hanya pendaki gunung yang hanya bermodal sepatu gunung dan jaket tebal tanpa kompas dan peta. Tanpa kalian saya hanya tubuh kekurangan vitamin. Tanpa kalian saya hanya motor kehabisan bensin. Tanpa kalian saya hanya angin lewat yang hanya berputar di sekitar orang tanpa disadari keberadaannya. Tanpa kalian saya ini hanya setengah lingkaran.

Saya tidak secemerlang yang kalian pikirkan. Saya adalah anak penuh gengsi yang tidak berani mengatakan rindu dan sayang kepada kalian.

Saya selalu butuh kalian. Saya mohon jaga kesehatan dan atur pola makan kalian dengan baik. Saya di sini berusaha untuk bertahan, untuk berusaha hidup dengan baik demi kalian. Jadi tolong tetaplah berada dalam keadaan baik-baik saja, tetaplah ingat saya dalam doa kalian, tetaplah menunggu saya pulang.

Saya tidak akan lama lagi akan kembali berkumpul dengan kalian, saya akan berusaha dengan sangat baik demi kalian. Percayalah, saya akan mengakhiri semua yang telah saya pilih dengan baik, jangan khawatir karena selama kalian baik-baik saja, saya juga akan baik-baik saja.


PS : Apakah kalian rindu saya? Karena saat ini saya sangat merindukan kalian hingga rasanya saya ingin menangis sekeras yang saya bisa.


With love,

Dita

Sunday, May 13, 2012

Begadang


Coba tebak apa yang akan saya ceritakan sekarang? Ya, pasti kalian akan mengira saya akan bercerita tentang begadang. Memang benar :D haha

Entah mengapa belakangan ini saya jadi teringat perkataan teman kesayangan saya, Damar (kalian ingat dia kan?) tentang sudut pandangnya tentang begadang.

Karena hal yang akan saya ceritakan di sini adalah tentang begadang, maka biarkan saya memberitahu kalian tentang Damar yang merupakan seorang teman perempuan yang saya punya dengan level kantuk tepat berada di bawah orang yang digigit lalat tsetse karena dimana pun dia berada, dia akan selalu mengantuk. Ah, meskipun begitu dia tetap teman kesayangan saya kok :)

Baiklah, perbincangan terjadi ketika saat itu kami tanpa direncanakan bertemu di kantin kampus dan dia meminta maaf karena tidak membalas pesan singkat yang saya kirimkan saat larut malam

Damar : "Maaf ga bales smsmu, Pau. Aku udah tidur, kamu tidur malem terus sih. Ga baik."
Saya : "Iya ga apa."
Damar : "Jangan begadang lagi ah, Pau. Perhatiin kesehatan."

Perbincangan kami berhenti di situ, selesai, tetapi seperti biasa, perkataan Damar selalu menjadi hal yang saya pikirkan setelah perkataan mama, papa, dan kakak saya.

-----

Damar : "Begadang lagi?"
Saya : "Aku tuh bukan begadang, tapi insomnia, beda, Bao."
Damar : "Ya makanya dimerem-meremin."

Itu adalah perbincangan di waktu yang berbeda, ketika lagi-lagi Damar tidak membalas pesan singkat yang saya kirim saat melewati tengah malam.

-----

Saya : "Ah kamu, smsku dibales sedikit dong, kalau malam sms kamu ribet banget sih, jam 9 aja udah tidur."
Damar : "Iya, lain kali dibaca."
Saya : "Jangan dibaca aja, tapi dibales juga."

Perbincangan selanjutnya ketika saya mengirimkan pesan singkat saya yang sepertinya agak sedikit penting waktu itu, meskipun saya lupa apa isi pesan singkat itu.

-----

Damar : "How dare you! Tuh, begadang lagi. Ga usah lah, Pau."
Saya : "Siapa sih yang begadang?"
Damar : "Kamu. Tuh liat mukamu pucat, begadang tuh pointless. Orang-orang boleh deh
begadang, tapi kamu jangan, ga sehat, Pau."
Saya : "Insomnia beda sama begadang."
Damar : "Ya dimerem-meremin."

Dimerem-meremin sepertinya adalah kata-kata favorit Damar dan mama saya ketika menghadapi saya yang tidak bisa tidur. Jika saya bilang tidak bisa tidur berarti saya benar-benar diserang insomnia, bukannya begadang dengan sengaja, tetapi mereka dengan sangat pedulinya mengatakan dimerem-meremin. Mereka memang dokter tidur yang paling keren karena resepnya hanya satu kata ulang itu -..- Ah, meskipun begitu setiap perkataan mereka memang selalu penting kok buat saya :)

Anyway, pada akhirnya kemarin saya membaca sebuah artikel di internet mengenai kanker hati yang ternyata faktor paling besar disebabkan karena orang terlalu sering bergadang, i swear jika memang saya tidak diserang insomnia saya juga tidak ingin tetap terjaga di tengah malam, tetapi saya insomnia, sungguh :(

Kalian tahu? Sekarang saya berusaha untuk mengatur jam tidur saya kembali, saya jadi sering melakukan kata-kata favorit Damar dan mama saya, dimerem-meremin dan sepertinya resep mereka bekerja dengan baik pada saya, semoga :)

Begadang adalah pointless, itu kata Damar dan hingga sekarang masih saya ingat dan sepertinya akan terus saya ingat. Semoga saya bisa segera sembuh dari insomnia dan dapat tidur dengan baik sesuai kebutuhan saya, Amin :)

Oh ya, untuk sekedar cerita tambahan, belakangan ini saya kangen sekali dengan Damar karena dia sibuk, saya sibuk, kami sama-sama sibuk. Jadi, jika bertemu di kampus pun kami hanya sebatas melambaikan tangan tanpa berbincang banyak tentang hal-hal yang kami lakukan. Hal itu yang membuat kami agak sedikit bingung ingin berbicara apa ketika masing-masing dari kami pada akhirnya memiliki waktu luang untuk menghabiskan waktu bersama.

Saya sempat tidak mengenal bahwa yang sedang berada di hadapan saya adalah Damar karena pada saat itu semua hipotesis saya tidak dia respon dengan cara yang seperti biasa, tatapannya kosong dan perkataannya agak sedikit ketus. Saya tidak mengerti apakah ini perasaan saya saja karena dia sendiri pun bingung harus berkata apa, tetapi ini bukan kali pertama dia seperti itu, saya tahu dan mulai terbiasa dengan sifat teman kesayangan saya ini karena hal itu adalah 'me time' yang dibutuhkan Damar ketika dia sedang jenuh beraktivitas (atau mungkin hanya saya yang sok tahu ya? Sudahlah)

Honestly, i do miss our girl days out.

Saya sampai mengatakan padanya untuk mengumpulkan jiwanya dan kembali menjadi Damar yang sebenarnya. Saya tahu itu konyol, jadi sebagai teman yang berusaha menjadi teman dekat baik yang dimiliki Damar, maka saya (berusaha keras untuk) mengerti dan memberikan dia ruang untuk menikmati 'me time' yang menendang saya dengan paksa dari pikirannya.

Hingga pada akhirnya kemarin Damar menghampiri saya dan perbincangan absurd yang sering kami lakukan pun tercipta dan semua kembali seperti semula, that's Damar! Itulah Damar yang saya kenal, saya senang sampai rasanya saya bingung harus bilang apa karena terlalu senang Damar yang lama telah kembali. Terima kasih ya, Bao karena akhirnya kamu telah kembali, Damar yang seperti ini yang aku maksudkan, Damar yang tatapannya teduh dan hatinya nyaman. Damar yang identik dengan julukan Jogjakarta, istimewa :)



by Dita Oktamaya

Friday, May 11, 2012

Seandainya Sahabatku

Pagi ini pesan singkat dari teman kesayangan saya mengenai ajakan bernyanyi lagu serial televisi zaman dahulu membangunkan saya. Saya yang masih setengah tersadar karena baru selesai bermimpi menerka-nerka seperti apa wujud "mojako" yang membuatnya membangunkan saya sepagi ini. Kalian, ada yang ingat wujud Mojako?

Awalnya saya tidak ingat, yang saya ingat adalah wujud minki momo. Gadis kecil yang memiliki rambut merah jambu yang punya alat super untuk merubah dirinya menjadi wanita dewasa yang cantik.

Sedangkan Mojako?Apa itu Mojako?

Setelah saya ingat-ingat lebih dalam dan mencari informasi melalui internet, saya jadi ingat Mojako adalah panggilan dari kakak saya untuk saya ketika saya menangis dan dia sering menggoda saya jika saya menangis lagi saya akan berubah menjadi Mojako. Aduh pagi-pagi ingat kekonyolan masa kecil dengan si Kakak itu rasanya rindu sekali :(


Jika belum ada yang ingat tentang Mojako, ini adalah gambar dari Mojako :


Kakak saya sering memanggil saya si Bulat untuk meggoda saya yang katanya mirip Mojako. Aduh, padahal saya tidak sebulat itu =..=

Dan hal termanis adalah kakak saya sering menyanyikan lagu soundtrack Mojako versi Indonesia setiap saya menangis karena digoda mirip Mojako. Mungkin dia sudah lupa, tetapi saya ingat dulu dia menyanyi itu dengan riang gembira seolah-olah saya tidak keberatan dipanggil si Bulat. Dan saya akui, lirik lagu soundtrack Mojako ini terasa manis dan sekarang saya benar-benar merindukan kakak saya :(


seandainya sahabatku .. dari luar angkasa
apa yang terjadi.. oh mungkinkah..
sejenak bintang utara .. bermain dengan air
mengitari planet saturnus.. bersama-sama

(reff)
kata-kata yang indah.. tidaklah perlu
sungguh menyenangkan hati.. hingga waktu pun terlupakan
planet venus yang indaah.. seperti dari emas
tempat yang paling indah.. yang pernah kau antaar



-----


---pic : google.com

---lyric : coklat-ira.blogspot.com


by Dita Oktamaya

Bagi Kamu #1

Saya terlihat, kemudian tidak terlihat lagi. Terlihat, tidak terlihat. Terlihat lagi, tidak terlihat lagi. Saya ini seperti sinyal ponsel.

Thursday, May 10, 2012

Bersyukurlah

Semalam teman saya berbagi cerita tentang filosofi kota Jogja yang ternyata lebih dari menyenangkan untuk didengar, hingga kemudian dia berkata :

"Itulah Jogja, kamu beruntung bisa kuliah dan merasakan tinggal di sini. Bersyukurlah."

Ya, saya bersyukur.

Saya memang beruntung, tapi saya tidak seberuntung teman-teman yang nantinya selesai kuliah tidak akan pergi meninggalkan kenangan yang sudah susah payah mereka raih di kota ini, di Jogjakarta.

Menjalani hidup dan berpindah tempat sesuai apa yang dunia katakan kepada kita adalah hal yang sangat wajar ketika kita diciptakan sebagai manusia. Wajar sekali. Namun, ketika mendengar hal yang sangat wajar itu kenapa perasaan saya jadi tidak baik dan hati saya terasa sakit? Apakah itu juga merupakan hal yang wajar?


by Dita Oktamaya

Bagi Saya #1

Menulis adalah berbicara tanpa bersuara, bercerita tanpa berisik, bersama tanpa bertemu.


by Dita Oktamaya

Wednesday, May 9, 2012

Saya Iri

(dengan) Kalian yang bisa membagi fokus terhadap beberapa hal yang sama penting, bagaimana caranya? Tolong ajari saya.

Monday, May 7, 2012

Kata Dosen #3

Sebenarnya hal yang beliau katakan ini merupakan reaksi beliau terhadap tugas kuliah milik mahasiswa dan mahasiswinya (kami) yang di dalamnya terdapat banyak kesalahan dan harus segera diperbaiki.

Namun, mendengar apa yang beliau katakan ini saya merasa sedikit tergelitik dan jadi beberapa kali memutar otak untuk setidaknya lebih sering menerapkan hal yang dikatakan beliau di dalam keseharian saya :

"Yang terpenting adalah jika kalian melakukan kesalahan, kalian harus tahu dimana letak kesalahannya dan tahu bagaimana cara memperbaikinya."


by Dita Oktamaya

Friday, May 4, 2012

Sederhana. Bisa tidak?

Jangan menunggu waktu luang, tetapi luangkanlah waktu.


by Dita Oktamaya

Tahu tidak?

Mungkin akan lebih baik jika aku tidak terlalu bodoh untuk mengerti dan terlalu cuek untuk peduli.

Sayangnya aku hanya punya sabar untuk menjalani dan punya prinsip untuk menyudahi. Sedikit lagi, Ma. Akan terasa sulit dan membosankan memang, aku tahu.

Tapi tahu tidak? Masa itu tidak akan lama lagi, jadi sampai masa itu tiba dan walaupun masa itu nantinya telah tiba, tetaplah sehat ya, Ma.

You know i miss you. So much.

I wish i could be more than i am, Mom and even i couldn't be more than i am, i will try to give my best for you.

Terima kasih karena selalu diriku diingatkan tentang namaku yang disebut di setiap doamu. Tunggu aku pulang ya, Ma.


by Dita Oktamaya

Thursday, May 3, 2012

Hujannya Menghapus Kita

Basah.

Hujannya menghapus ukiran kecil di atas tanah kering
membawanya larut dan kembali ke bentuk semula, lenyap
Hujannya kurang santai. Menghujam. Bergemuruh
memekikan telinga dengan petir yang berbincang rindu satu sama lain, bingar

Pintu terketuk. Masih hujan di luar. Hujan deras. Dingin
Bercermin menatap mata yang basah. Bukan karena hujan, menangis

Hujannya terdengar tegas.
Seolah berkata bahwa setelah mereka datang, tidak akan ada kita
Apa maksudnya?

Pintu kembali terketuk. Hujan pergi. Gerimis datang. Di Luar masih dingin
Sekali lagi bercermin menatap mata yang membengkak. Bukan karena tinju, tangis semalaman

Awan gelap mengubah langit menjadi campuran warna hitam putih. Hening. Dingin.
Angin seolah tidak mengerti kata sakit karena dihempas
Petir seolah berburu telinga untuk didengar

Aku yang membuka pintu terketuk. Hujan pergi. Gerimis pergi.
Berdamai dengan rasa dingin dan hempasan angin yang bekejaran, Aku
Siapa yang mengetuk? Tidak ada. Kosong. Langit terlihat gelap. Masih terasa dingin
Hujannya menghapus kita. Di sini tersisa aku. Hanya aku, tanpa kamu


Puisi by Dita Oktamaya

Tuesday, May 1, 2012

Jadi?

Semua berkata sibuk, tak ada waktu.
Berkata lelah dalam bisu.

Aku pun tahu sibuk itu, tahu rasa lelah itu.
tapi jika terus berkata dalam bisu tanpa ingarmu,
harus diletakkan dimana usahaku meluangkan waktu?


Puisi by Dita Oktamaya