Thursday, June 24, 2010

Penduduk Dunia




Yang dilakukan seorang makhluk bernama manusia terhadap mimpi-mimpi dan keyakinannya adalah mereka hanya tinggal mempercayainya. -Donny Dhirgantoro (dalam buku : 5cm)



Cukup lama rasanya tidak berdiskusi dengan kalian lagi. Apa kabar?


Hari ini saya cukup merasa lega karena baru saja menyelesaikan ujian akhir di semester kedua ini. Jika boleh sedikit bercerita, saya ingin mengatakan bahwa saya rindu sekali dengan kota kelahiran saya, Jakarta. Padahal baru saja beberapa minggu yang lalu saya pulang untuk melepas rindu kepada keluarga. Cengeng ya? :)


Dua hari yang lalu adalah ulang tahun Jakarta. Biasanya di Jakarta ada semacam pasar festival untuk menyambut hari ulang tahunnya, namanya Pekan Raya Jakarta (PRJ), berlangsung selama 1 bulan. Waktu yang cukup lama untuk mengadakan sebuah festival untuk sekedar perayaan hari ulang tahun, itulah Jakarta :)


Berbicara tentang kota ini, bagaimana menurut pendapat kalian tentang Jakarta?


Menurut saya, Jakarta itu adalah surga bagi orang yang siap untuk menghadapi perbedaan yang besar. Tempat yang juara bagi orang-orang yang siap terpuruk dan terjatuh ke dalam jurang yang paling dalam sekali pun. Orang yang berani menginjakkan kakinya di Jakarta adalah seorang kompetitor hebat, orang yang terbuka terhadap persaingan yang pesat dalam kehidupan, dan tentu saja orang yang sudah memiliki cukup banyak bekal untuk tinggal di sana, memiliki bekal keberanian dan keyakinan dalam diri mereka untuk dapat menjadi minoritas meskipun tidak ada mayoritas karena semuanya berbeda. Tidakkah kalian sependapat dengan saya?


Saya jadi ingat, jauh hari sebelum saya pindah ke Yogyakarta untuk menempuh studi saya di sini. Papa saya mengatakan tentang pentingnya setiap diri makhluk hidup jika makhluk hidup itu berani menghargai dirinya sendiri. Mengerti maksud saya?


Papa bercerita tentang pentingnya wawancara dalam perekrutan tenaga kerja dalam kantornya, beliau bertanya apakah saya mengerti tentang mengapa setiap kantor melakukan wawancara dan diskusi tentang jumlah gaji yang layak untuk diberikan kepada calon pekerja. Saya menjawab, untuk bertahan hidup karena orang bekerja untuk mencari uang, uang untuk bertahan hidup. Papa hanya tersenyum mendengar jawaban saya.


Beliau menepuk bahu saya pelan, "Ada hal yang lebih penting dari nilai nominal gaji yang diterima oleh para pekerja. Begini saja, apa kamu mau jadi penduduk dunia? Tahu apa itu penduduk dunia?"


Saya memicingkan mata saat itu, penduduk dunia? Bukankah saya sudah hidup di dunia?


Saya menjawab, "Bagaimana jika dedek mau? Apa harus ada banyak hal yang dedek lakukan untuk menjadi penduduk dunia?"


Beliau tertawa, "Yang kamu butuhkan hanya mempelajari dirimu, memaksimalkan potensi yang ada dalam sini." papa menunjuk ke keningnya.


"Bukan kepintaran akademik saja karena kepintaran akademik itu hanya suatu kebutuhan sesaat, bukan kepentingan yang mutlak..." Papa melanjutkan, "Tapi kecerdasaan untuk menghargai segala hal yang terjadi dalam hidup, sekecil apapun itu. Bukan tentang pengalaman, tetapi tentang pelajaran yang kamu ambil dari setiap permasalahan yang kamu lihat tidak dari satu sisi. Dunia itu luas dek, ketika kamu merasa lelah, jangan egois karena masih ada beratus juta orang di luar sana yang juga merasakan kelelahan untuk bertahan hidup dan demi memiliki hidup yang jauh lebih baik. Jadi kamu terlalu sombong jika kamu mengeluh kamu lelah dengan hanya hal-hal kecil yang kamu lakukan."


"Maksudnya?" saya masih mengerutkan dahi. Masih tidak mengerti ke mana arah pembicaraan kami pergi.


"Itulah kenapa setiap kantor membutuhkan catatan riwayat hidup para calon pekerjanya. Mereka yang membutuhkan tenaga kerja menyeleksi pekerja yang memiliki banyak pengalaman, tapi tunggu ini bukan tentang pengalaman tertentu, tetapi ini tentang pelajaran yang kamu dapatkan selama kamu menempuh pengalaman itu. Tahu kan definisi pengalaman itu apa? Pengalaman itu adalah pengetahuan yang di alami dalam kenangan. Sebenarnya tidak terlalu benar jika seseorang menyatakan bahwa dirinya adalah orang yang tidak memiliki pengalaman, padahal sudah jelas dia menjalani hidupnya, bukan benda mati."


Saya terdiam, lama.


"Kemarin papa sempat mewawancari seseorang yang melamar pekerjaan di kantor papa. Papa bertanya tentang gaji yang dia inginkan. Dan dia menjawab, terserah kantor ingin memberi berapa. Itu salah besar, dek. Jika kamu ingin bekerja dan kamu melamar pekerjaan itu, seharusnya kamu sudah tahu seberapa besar pengetahuanmu tentang pekerjaan itu, kamu tahu seperti apa potensi yang ada dalam dirimu. Ini bukan masalah besar nominal gaji yang akan diberikan, tetapi masalah menghargai dirimu sendiri. Jika kamu menjawab pertanyaan itu seperti calon pekerja tersebut, itu berarti kamu belum sepenuhnya mencintai dirimu sendiri. Meskipun terkadang, ketika kamu menyukai pekerjaan itu, kamu akan lupa tentang materi yang akan kamu terima sebagai imbalan pekerjaanmu. Bukankah kamu sendiri yang mengatakan bahwa kerjakan apa yang menjadi kesukaanmu, bukan apa yang orang lain suka dan suruh kamu untuk mengkerjakannya. Karena kamu percaya bahwa setiap manusia akan sukses dalam bidang yang dia suka jika dia menyadari bahwa kesukaannya dapat berguna bagi dia dan tidak membuang waktunya untuk mengalahkan segala aktivitasnya. Bukankah begitu?"


Saya mengangguk.


"Dan penduduk dunia adalah orang-orang seperti itu dek, orang yang sukses dibidang yang dia sukai bagaimana pun bentuknya. Karena orang-orang seperti itu adalah orang yang melakukan semua pekerjaannya dengan ini." Papa menunjuk ke arah dadanya. "Dan ini." menunjuk ke arah keningnya.


Saya mengangguk, "Jadi penduduk dunia adalah orang-orang yang tekun menjalani apa yang dia suka, apa yang berguna bagi dia? Orang yang selalu berani untuk menghargai dirinya, orang yang sadar bahwa tidak hanya dia saja yang membanting tulangnya demi mendapatkan kehidupan yang jauh lebih baik? Orang yang menghargai setiap hal dalam kehidupan, sekecil apapun itu dan melihatnya dari berbagai sisi yang berbeda?"


Papa mengangguk, "Dan orang yang akan menjadi penduduk dunia itu salah satunya sedang duduk di depan papa."


Saya tersenyum, "Pa, dedek mau jadi penduduk dunia. Bukan untuk uang, tetapi untuk membuktikan kepada dunia bahwa ada manusia yang bernama Dita Oktamaya yang siap meraih sukses di bidang yang dia suka. Bukan manusia yang hanya berupa daging yang dapat berjalan dan diberi nama, melainkan manusia yang dapat memberi manfaat kepada manusia lain."


Papa mengangguk, "Dan dunia akan berkata, terima kasih telah hadir di sini."
-----





by Dita Oktamaya

Tuesday, June 1, 2010

Mutiara yang Terbit di Pagi Hari (Matahari?)


Hai! Sudah lama sekali rasanya saya tidak menyapa kalian, apa kabar? Semoga baik-baik saja. Saya baik, terlebih jika tidak ada ujian akhir semester minggu ini. Melelahkan, tetapi menjalani segala sesuatu dengan ikhlas itu akan menjadi lebih baik dari apa yang kalian pikirkan dibandingkan dengan hanya mengeluhkan hal-hal yang tidak berguna. Bukankah begitu? :)


Bagaimana kehidupan kalian? Apa sama melelahkannya seperti saya? Tetapi, tetap tersenyum ya. Karena jika Tuhan saja senang dengan orang-orang yang tersenyum apalagi makhluk ciptaannya, indah sekali melihat setiap orang tersenyum, bukan? :)


Kali ini saya akan menceritakan kepada kalian tentang seorang teman. Dia adalah orang asing atau orang baru dalam cerita hidup saya yang sebenarnya kehadirannya kadang tidak saya sadari, tetapi entah kenapa ketidaksadaran saya akan kehadirannya membuat saya merasa sedikit lega saat melihat dia, namanya Keissa Meda Dayagi atau lebih sering saya panggil Kei.


Dia adalah gadis sederhana dengan lesung pipi yang terlihat samar di sebelah kanan pipinya, gadis yang selalu berbicara dengan aksen khas melayunya. Gadis yang akhir-akhir ini mulai tersenyum dengan persahabatan saya.


Dia tidak istimewa, tidak! Tetapi setidaknya dia ada ketika saya membutuhkan teman untuk bersandar, bukan dengan sengaja, bahkan saya tidak pernah percaya bahwa saya pernah bersandar dan bercerita dengan orang sekonyol dia. I swear, Kei ^6^


Dia gadis yang konyol.
Ya! Bahkan kalian mungkin tidak akan dapat membaca apa yang dipikirkannya. She's unpredictable. Dia adalah teman yang tidak dapat berbicara apa-apa ketika saya menangis di depannya. Dia adalah teman yang tidak akan membahas hal sedih yang kalian ceritakan kepadanya.


Dia adalah gadis yang langsung menelan bakmi yang dimakannya dengan hanya sedikit gigitan. Gadis yang akan menangis dengan kencang ketika merindukan ibu yang disayanginya. Keissa, gadis yang akan membuang muka jika kalian memintanya untuk meminum air mineral yang tidak disukainya.


Dia bukanlah gadis istimewa, dia hanya gadis biasa dengan berbagai banyak bentuk pertanyaan konyol tentang hidupnya. Gadis yang tidak pernah memiliki daya untuk memakan masakan yang terbuat dari udang. Gadis yang berbeda. Dan dia adalah teman saya bagaimana pun keadaannya.


Beberapa hari yang lalu, saat saya sedang bersandar di bahunya dan bercerita tentang banyak hal yang membuat saya jenuh dengan aktifitas saya, saya bertanya tentang arti nama uniknya


Saya : "Dita nggak pernah kepikiran untuk curhat (curahan hati) ke Kei, Kei kan orang asing. Kita baru kenal. Dita cerita karena Dita nyaman dengan cuma ngeliat Kei. Kita boleh kenalan lagi dari awal nggak?" (mengulurkan tangan ke arahnya).


Kei : (menjabat tangan saya) "Keissa Meda Dayagi."


Saya : "Dita Oktamaya. Itu beneran nama Kei? Artinya apa?"


Kei : "Keissa artinya Mutiara, Meda artinya terbit, Dayagi artinya pagi. Kata ibu itu bahasa Jepang. Jadi nama Kei artinya mutiara yang terbit di pagi hari."


Saya : "Matahari maksudnya?"


Kei : "Oh iya, matahari ya? Mungkin aja, baru sadar." (tertawa sendiri)


Setelah percakapan itu selesai dia mengantar saya pulang. Saya lupa mengatakan terima kasih kepadanya, maka saya pun mengirim pesan singkat melalui ponsel saya. Dan dia membalas pesan saya yang membuat saya menitikan airmata, terharu :


"Selama dita merasa nyaman, Kei akan jadi pendengar yang baik kok buat Dita, tapi maaf ya kalau Kei nggak bisa ngomong apa-apa. Kei selalu nggak bisa ngomong apa-apa kalau ada teman yang menangis di hadapan Kei."


Saya tersenyum. Tidak, saya salah, ternyata gadis konyol satu ini memang gadis yang istimewa.


Kei, bisakah kita berteman selamanya?


Saya ingin mengatakannya saat itu, maka saya membalas pesan singkatnya dengan segera :


"Kei, teman yang baik kadang adalah seseorang yang tidak bisa mengatakan apa-apa saat temannya menangis di hadapannya. Kei nggak perlu ngasih nasehat, uang, makanan, atau rumah ke Dita, selama Kei merasa nyaman mendengar tangisan Dita. Dita hanya membutuhkan keberadaan Kei di samping Dita. Dan hal itu, lebih dari cukup."
-----


Kei, jika Kei membaca tulisan ini, Dita ingin berterima kasih karena ketika seluruh dunia terasa tidak peduli dengan Dita. Kei ada. Dan sepertinya memang Kei akan selalu ada. Terima Kasih.


Terima kasih, Kei. Bukan karena mendengar cerita Dita beberapa hari yang lalu, tapi karena sudah membuat Dita nyaman berteman dengan Kei.


Terima kasih, Kei. Bukan karena usaha Kei untuk bisa menemani Dita ketika Dita butuh teman, tetapi karena sudah membuat Dita tertawa pada setiap percakapan tidak penting yang kita lakukan setiap harinya.


Terima kasih, Kei. Bukan karena keharusan Dita berterima kasih karena Kei selalu ada untuk Dita, tetapi karena Kei masuk ke dalam kehidupan Dita dengan tulus.


Terima kasih, Kei. Untuk semuanya.


Boleh kita berteman selamanya? Boleh Dita menjadi teman yang mendengar suara Kei ketika sedih atau senang? Boleh Kei?


Jika Boleh, terima kasih, Kei.
Bukan karena Kei bersedia masalahnya dicampuri oleh orang seperti Dita, tetapi karena Kei sudah membuat Dita merasa berguna menjadi seorang teman dengan berbagi cerita dunia Kei, apapun itu.


Dan jika Kei menangis membaca ini, percayalah Dita lebih menangis membaca ini karena hal yang ada di sini tidak akan pernah bisa Dita ungkapkan secara lisan kepada Kei.


Terima kasih, Kei. Ini adalah terima kasih yang terakhir dalam tulisan ini, tetapi tidak terakhir dalam setiap hal yang Kei lakukan untuk Dita, apapun itu.
Terima kasih karena telah menjadi Keissa Meda Dayagi, Mutiara yang terbit di pagi hari, matahari Dita :)




-----



NB : Dedicated to my friend Keissa Meda Dayagi. Can we start over? I'm Dita Oktamaya and it'll be my pleasure to see you until the end of my lifetime, nice to see you, new friend :)




--pic : koleksi pribadi




By Dita Oktamaya