Thursday, November 27, 2008

Selamat Tinggal, Rey…

Di teras rumahku. Rey terdiam, sambil sesekali memainkan kunci motornya. Aku pun ikut terlarut dalam diamnya.

Fine. Sekarang… mau apa lagi lo ke rumah gue? Bukankah segalanya udah jelas? Udah nggak perlu diperpanjang lagi kan?” Aku menatap Rey dengan tajam.

“Karra, gue bener - bener minta maaf, gue nggak bermaksud buat lo nggak nyaman karena gue.” ujar Rey yang membuatku tambah muak.

“Karena sifat lo?” tanyaku dengan nada datar.

“Iya.” jawab Rey.

“Dengan perilaku lo yang waktu itu?”

“Iya.”

Rey seketika itu memelukku erat, ku rasakan ketulusan yang murni dari hati Rey, lalu dengan segera ku lepas pelukkannya dari tubuhku.

“Rey, kita tuh nggak ada hubungan apa - apa.” ujar ku tertahankan, Aku pun beranjak dari tempat dudukku, Rey mencegahku untuk pergi dengan menggenggam tanganku, Aku menatapnya malas.

“Kar, maaf… banget, tentang sikap gue yang waktu itu, gue bener - bener nggak sadar.” Aku melepaskan genggaman Rey dari tanganku, Aku kembali duduk di tempat semula.

“Gue nggak harus berhubungan dengan lo lagi kan.” ujarku kemudian.

“Kenapa?”

“Karena kita beda.”

“Kita sama, Kar. Kenapa lo ngerasa kita beda?”

“Apa lo nggak cukup ngerti?”

“Maksud lo?”

Aku mendekatkan wajahku dengan wajah Rey, Aku menatap wajah Rey dengan seksama.

“Gue minta maaf waktu itu udah sembarangan nyium bibir lo.” ujar Rey. Aku diam.

“Rey…” panggilku. Rey menatapku, pasrah, “Kita nggak harus berhubungan lagi kan? Gue udah capek dengan semuanya, Rey.” lanjutku. Rey mengenggam tanganku erat.

“Tolong, Kar. Gue sayang banget sama lo, gue cinta lo.” Rey mencoba meyakinkanku. Aku menggeleng.

“Hubungan kita nggak boleh lebih dari temen. Tolong Rey, ngertiin gue.” ujarku hampir menangis. Rey menatapku sesaat, Rey terdiam. Akhirnya ku lepaskan airmataku yang menggenang, perlahan dia menyapu airmataku.

“Gue ngerti, maaf ya.” ujar Rey, pelan, sembari mencium keningku, lalu dia beranjak dari tempat duduknya. Aku masih menggenggam tangannya. Dia tersenyum, “ Nggak apa - apa. Bukankah perasaan seseorang itu nggak bisa dipaksa? Maaf ya gue udah mengganggu kehidupan lo.” lanjutnya sambil menepuk pundakku dan melepaskan genggamanku.

Rey berjalan menjauh dari hadapanku, menaiki motornya yang mengeluarkan suara bising. Suara bising motor Rey perlahan tidak terdengar lagi di telingaku. Aku menatap berkeliling, kehampaan di teras rumahku makin terasa. Banyak hal yang Aku lewati bersama Rey, banyak pula hal yang membuatku luluh karenanya. Aku memang sangat menyayangi Rey, tetapi rasa sayang yang ku rasakan bukanlah rasa sayang yang dirasakan seorang kekasih terhadap pujaannya melainkan rasa sayang layaknya seorang adik terhadap kakaknya.

Rey telah pergi meninggalkanku, Aku tahu dia tidak akan pernah kembali lagi dalam kehidupanku. Selamat tinggal Rey… bukannya Aku tak menyayangimu, tapi berat bagiku untuk menerimamu sebagai kekasihku. Ingatlah Rey, kau adalah orang yang sangat pantas mendapatkan kasih sayang, Aku yakin suatu saat kau akan menemukan seseorang yang memang benar - benar mencintaimu, tapi yang pasti seseorang itu bukanlah Aku. Dan ingatlah selalu Rey, bagiku kau adalah kakak tercantik yang pernah Aku miliki.


Tamat


Story by Dita Oktamaya

No comments: