Wednesday, September 12, 2012

Kejutan (?)

Hari ini cukup banyak kejutan yang saya dapatkan, setelah beberapa hari sebelumnya saya merasa terpuruk dan merasa tidak berguna karena tidak melakukan hal berarti yang membuat saya jadi belajar tentang sesuatu.

Kejutan pertama adalah pengumuman bahwa para mahasiswa tingkat akhir yang bermaksud menyusun skripsi pada semester ini, akan dikumpulkan dan diberikan pengarahan pada tanggal 17 September 2012 depan. Ah, akhirnya kami diberi kepastian setelah beberapa hari digantungkan hidupnya karena tidak ada pengumuman tentang kelanjutan studi kami. Dan ya, Saya berharap saya bisa memanfaatkan waktu sebelum pengarahan skripsi tersebut untuk mematangkan proposal skripsi yang menjadi penentu tema skripsi yang akan saya tulis.

Kejutan kedua adalah saya mendapati teman saya yang menceritakan tentang kehidupannya yang belakangan disadari sedikit (atau banyak, entahlah, dia yang merasakan) terkekang dengan sang pacar yang agak lebih suka mendominasi hidup manusia yang pada dasarnya belum menjadi istrinya.

Begini, saya akui saya adalah orang yang cuek (meskipun beberapa orang sering bilang, jika saya sudah memberi perhatian kepada seseorang, orang lain yang melihat akan merasa luluh dan iri secara bersamaan, entahlah, saya tidak terlalu mengerti maksud mereka itu bagaimana, ya kira-kira seperti itu), tetapi jika saya merasa saya berteman baik dengan seorang teman (karena ketika kita berteman dan merasa dekat dengan seorang teman, tidak menutup kemungkinan bahwa teman tersebut memiliki rasa kedekatan yang sama, tetapi bisa jadi malah sebaliknya, tidak merasa dekat sama sekali) apa yang dia rasakan, menjadi apa yang saya rasakan (meskipun saya tahu saya tidak berada pada posisinya).

Maksudnya begini, ambil satu contoh beberapa waktu lalu ketika teman dekat saya semasa KKN (sampai saat ini saya harap kami akan terus berteman dekat) kemarin, Arin, diberi kuasa oleh koordinator mahasiswa unit, untuk mengurusi ini-itu mengenai laporan program kegiatan KKN, saya merasa khawatir. Bukan, bukan karena saya merasa bahwa Arin tidak bisa diandalkan (justru dia sangat bisa diandalkan), tetapi karena saya merasa itu akan sangat merepotkan Arin yang hanya tinggal seorang diri di Jogja, sementara teman-teman yang lain sudah berada di kampung halaman masing-masing untuk merayakan hari raya idul fitri. Padahal, jika dilihat dari ekspresi wajah Arin, dia terlihat tidak keberatan diberi tugas yang sedemikian menjengkelkannya. Namun, saya masih merasa tidak rela, masih merasa bahwa tidak seharusnya Arin direpotkan. Dia sudah terlalu banyak membantu dalam banyak hal, dia terlalu baik.

Lalu seperti hari ini yang tiba-tiba saya bertemu dengan teman saya, yang mulai menyadari hidupnya terkekang dengan segala macam bentuk peraturan yang dibuat oleh pacarnya. Saya tahu, saya tidak akan pernah menjadi dia, tetapi saat dia menceritakan perasaan yang sesungguhnya (setelah sekian banyak tekanan yang pada akhirnya membuat pertahanan dirinya roboh) saya ingin sekali memeluknya dan mengatakan bahwa saya ada untuk dia.

Saya ingin sekali mengatakan bahwa segalanya akan baik-baik saja, tetapi saya tidak bisa karena saya tahu saya akan sulit menjamin hal itu menjadi nyata. Saya hanya berpikir bahwa saya ingin membuat dirinya tenang, ingin mengusap bahunya untuk mengatakan bahwa dia tidak sendirian. Saya hanya ingin dia tahu bahwa ada teman yang bersedia mengangkatnya kembali ketika dirinya roboh oleh tekanan dari sana-sini, sehingga dia tidak takut untuk berjalan tegak kembali.

Masalah komitmen, bertahan pada satu hal yang justru hal itu yang membuatnya makin terpuruk. Saya tidak akan pernah berhak untuk mengatakan padanya agar menyerah saja dan mengatakan di ujung sana ada seseorang yang lebih baik. Tidak. Saya tidak pernah punya hak untuk mengatakan itu. Saya tahu siapa diri saya, saya hanya seorang teman, seorang pendengar yang hatinya tertampar karena salah satu teman dekatnya diperlakukan sebegitu tertekannya, hingga bahkan sulit untuk bernapas.

Masalah cinta, jika berpikiran untuk mencari cinta yang lebih baik sesungguhnya tidak akan pernah selesai, tidak akan berujung. Saya tidak pernah berani membicarakan soal cinta. Hanya berani membicarakan suka dan sayang yang bahkan kedua hal itu adalah hal tersulit yang saya ceritakan kepada orang. Saya mengatakan padanya, saya tidak tahu apa-apa masalah cinta, tidak pernah memiliki pengalaman yang cukup baik mengenai kata yang terdiri dari lima huruf itu. Namun, sejauh ini, dari beberapa hal yang saya yakini adalah ketika kamu memilih untuk mencintai seseorang adalah ketika kamu tidak merasa terganggu untuk berbagi dengan orang itu. Apapun itu. Seberapa buruknya keadaanmu, keadaannya, keadaan kalian berdua. Ketika kamu sudah memilih untuk mencintai seseorang adalah ketika kamu sudah bisa menerima kenyataan bahwa di dunia ini kamu tidak hanya hidup untuk dirimu sendiri. Hanya hal itu yang saya tahu, yang saya yakini kebenarannya. Saya tidak tahu apa yang dia pikirkan sekarang, saya hanya ingin nanti dia memiliki keputusan yang tepat untuk melanjutkan hidupnya dan bebas dari kekangan. Saya tidak ingin hal buruk terjadi padanya dan saya harap dia dapat menyelesaikan masalahnya dengan (sangat) baik.

Hari ini saya juga banyak bercerita dengan junior-junior dan senior-senior saya di kampus. Banyak hal yang saya respon hanya dengan satu dua kata, tetapi beberapa hal masuk ke dalam pikiran saya dan saya pelajari baik-baik. Saya bukan orang yang mudah mengungkapkan berbagai macam hal melalui lisan. Melalui tutur kata karena terkadang banyak hal yang terlupa untuk diucapkan sehingga banyak orang menjadi salah paham. Menyadari hal itu saya merasa bahwa saya sering menjadi orang yang sangat amat merepotkan, menjadi orang yang sangat amat egois karena ingin didengar, tetapi apa yang saya maksudkan sulit terungkap dari kata yang terucapkan.

Dulu, sebelum saya disadarkan oleh seorang teman yang tidak cocok dengan cara saya berteman, saya tidak pernah berpikir tentang cara saya, cara dia, atau cara-cara orang lain yang digunakan dalam berteman. Hal yang saya pikirkan, ketika saya ingin melakukan suatu hal kepada seorang teman adalah saya melakukannya apa adanya saya, dengan bekal 'karena saya ingin melakukan hal itu'. Ya, terkadang ketika kita merasa nyaman berteman dengan seorang teman, kita jadi sulit untuk memikirkan kenyamanan teman tersebut terhadap kita.

Saya tidak marah jika orang lain merasa tidak cocok dengan cara saya berteman, saya malah menjadi merasa amat bersalah dan merasa amat egois karena menyadari bahwa sebelum dia mengatakan tidak cocok berteman dengan saya, pastinya dia berusaha mati-matian untuk menyeimbangkan cara saya. Dia mati-matian melakukan apa yang saya mau. Dia mati-matian membuang rasa ketidaknyamanannya karena tahu saya melakukan hal yang justru malah membuat dia tidak nyaman. Saya merasa menjadi teman yang amat tidak berguna.

Banyak hal yang saya pelajari dari semua hal yang belakangan ini terjadi dalam hidup saya. Saya jadi menyadari bahwa ada beberapa hal yang tidak bisa dipaksakan seberapa pun besar ketulusan yang saya tawarkan. Saya jadi mengingatkan diri saya sendiri bahwa setiap saya bertemu dengan satu teman baru maka ada satu pemikiran baru yang memiliki cara berbeda meskipun sama-sama berujung kebaikan. Saya tahu dan sadar bahwa semua orang pada dasarnya adalah baik, hanya kadarnya saja yang berbeda.

Ya, begitulah, semua orang memang memiliki cara masing-masing dalam melakukan sesuatu, saya tidak perlu menyukai semuanya, saya hanya perlu menghargainya. Sesederhana itu.




by Dita Oktamaya

No comments: