Saturday, May 30, 2009

Simple Compliment for My Dear Friend, Tuti


me and her long time ago


Seorang teman meminta saya untuk membuat sebuah account di suatu situs pertemanan yang sangat terkenal, sedikit pusing karena begitu banyak situs pertemanan yang saya ikuti, tetapi tidak mengurusnya dengan keseluruhan.

Beberapa bulan yang lalu saat sedang menghabiskan masa liburan dengan menonton film bersama di bioskop, teman saya yang meminta saya untuk membuat account di situs pertemanan itu mengatakan bahwa dia dapat memainkan lagu dengan piano, lagu yang menjadi favorit saya dan menjadikan saya penikmat musik classic sejati (berlebihan memang), Canon. Saya memintanya untuk bermain di depan wajah saya, tetapi kemudian dia malah mengundang saya ke rumahnya. Saya bersemangat mendengar undangannya, tetapi tidak berjanji untuk melakukannya dan sampai saat ini saya belum memiiki kesempatan untuk berkunjung ke rumahnya yang dapat dikatakan cukup jauh dari tempat tinggal saya. Maaf ya :(

Kemudian beberapa hari yang lalu, dia mengatakan bahwa dia merekam saat di mana dia bermain piano dalam sebuah video pendek. Dan mengatakan bahwa dia meng-upload video itu di situs pertemanan yang kami buat beberapa bulan sebelumnya. Awalnya, ketika saya membuat account di situs pertemanan itu, saya tidak tahu untuk apa dan berniat untuk menghapus account itu, tetapi ketika dia mengatakan bahwa dia meng-upload video itu, saya menjadi tahu tujuan saya membuat account itu, untuk dia.

Saya mencoba membuka account di situs pertemanan itu (sudah cukup lama tidak terurus) dan mencoba membuka video-nya :

Canon (lagu classic favorit saya) :



canon in C major




dan ini adalah lagu yang menjadi salah satu lagu favorit saya dalam K-POP atau korea pop, lagu ini menggambarkan pertemanan antara kami dan kami berdua menyukainya


proud




Dia membuat saya menangis saat menonton video itu, rasanya ingin memeluknya karena sudah cukup lama kami tidak bertemu, terima kasih atas permainanmu, Ti. That was great job, my talented girl!


NB : Suatu hari nanti kita manggung di Seoul ya, Ti. Gue akan bernyanyi dengan bagus dan lo kan memainkan piano dengan indah, nothing is impossible, right? :)


by Dita Oktamaya

Monday, May 25, 2009

I Love You, Daddy!


Thanks God i have them!


Kalian lagi apa?


Pesan singkat itu masuk ke ponselku, rasanya baru saja kami menginjakkan kaki di tanah kota pelajar itu, tapi papa masih dengan ribuan perhatiannya tak henti memantau kegiatan kami.

Sendiri, itu yang dilakukan papa lima hari terakhir ini. Tanpa kami, anaknya. Tanpa mama, istrinya. Ribuan sapaan hangat dan deringan kecil dikirimnya untuk tetap berhubungan dengan kami meskipun melalui telepon seluler. Berlebihan? Kurasa begitu.


Lima hari itu kami memang pergi ke Yogyakarta, berniat untuk menemukan tempat tinggal baru untukku karena dua bulan lagi aku harus tingal di sana dan papa tidak ikut karena alasan pekerjaan yang membuat pusing. Akhirnya, kemarin malam kami tiba kembali ke Jakarta. Papa menjemput kami di bandara, seperti biasa. Dengan guyonan yang renyah dia menyambut kami, tidak terlihat dia kesepian, kurasa.

Makan malam pun terasa hangat, seperti biasa. Keluarga ini memang benar-benar menyenangkan. Papa banyak bercerita tentang hari-harinya tanpa kami, sendiri merana. Mencari makan seperti kembali menjadi bujangan.

"Sepi nggak ada kalian di sini." kami kompak tertawa.

"Diledekin tetangga ya, dipaksa kembali jadi bujangan?" mama menggodanya sambil tersenyum. Papa tertawa.

Tidak banyak waktu yang kami habiskan untuk berbicara panjang lebar karena kesibukan masing-masing anggota keluarga. Tetapi terkadang, jika papa mulai letih dan muak dengan kejadian-kejadian di luar sana yang mulai terkesan tanpa moral, papa menyuruh kami berkumpul. Bertukar pikiran, menanyakan pendapatku, kakak, dan mama. Kemudian dengan bijaksananya ia mulai berbicara mengenai kejadian-kejadian yang seharusnya ditangani dengan kembali dengan ayat-ayat suci Al Quran, kitab suci agama kami, islam.

Kemudian, kami berbincang tentang masa depan, tentang rencana kedepan, tentang khayalan-khayalan papa dan mama sejak dulu mengenai dua gadis kesayangannya yang masih dipertanyakan kelak menjadi apa. Tentang mimpi-mimpi mereka di hari tua yang semuanya masih dalam kerangka yang belum siap untuk dijadikan cerita.

"Jangan terlalu banyak bermimpi."

itulah yang sering dikatakan oleh kakakku setiap pertemuan keluarga kecil bahagia ini. Papa sering tertawa jika mendengar tegurannya, kakakku adalah orang yang paling realistis di keluarga kami, bukan takut bermimpi, dia hanya orang yang paling pertama sadar saat mimpi itu membuai kami dengan indahnya.

"Mimpi itu keinginan dalam rencana dan rencana yang diutarakan adalah doa."

itulah kata-kata papa setiap kali kakakku menengurnya, kami semua tersenyum.

"Tapi jangan tinggi-tinggi." jawab kakakku. Aku yang biasanya menjawab perkataannya.

"Kita mimpi untuk hidup, untuk tahu target apa yang selanjutnya ingin kita raih. Tidak apa-apa jika tinggi-tinggi, meskipun mungkin nanti jatuh, setidaknya kita pernah merasakan berada di atas. Siapa tahu, ketika kita jatuh dari atas, masih ada batang pohon dan kita tersangkut dalam mimpi yang lebih menyenangkan lagi." Aku mencolek lengannya. Dia tersenyum.

"Mimpilah untuk tetap hidup, bukan hidup untuk bermimpi." bisikku. Dia mencium pipiku gemas, mendengar perkataan yang sudah menjadi hak patenku.

Sering papa dan mama hanya tertawa mengamati kelakukan kami yang seperti itu. Dua gadis kesayangannya yang beranjak dewasa. Bertukar pikiran dengan caranya sendiri.

Papa membuka tas bawaan kami, tempat oleh-0leh yang akan diberikan untuknya sepulang kami dari Yogyakarta.

"Celananya kebesaran nih!" keluhnya. Kami kompak tertawa.

"Sendalnya kekecilan!" keluhnya menirukan anak kecil. Kami tertawa lagi.

"Udah kurusan ya? Kakinya juga lebih besar, udah tumbuh besar si papa." mama menggodanya. Papa tertawa.

Kemudian papa duduk di antara kami.

"Benar-benar sepi nggak ada kalian." ulang papa sekali lagi. "Padahal waktu ada kalian di rumah, kita nggak ngapa-ngapain juga." kami tertawa kembali. sungguh menyenangkan.

Papa kembali membicarakan tentang rencana-rencananya untuk menghadapi kepergianku ke Yogyakarta dua bulan lagi. Masih dengan guyonan yang khas darinya, kekonyolan dan kedewasaan atas kebijaksanaan papa dapat begitu sempurna di mataku.

Selesai mengutarakan rencana-rencananya, papa terdiam, kami semua terdiam.

"Yang penting, setelah dede lulus kuliah, kakak lulus kuliah, nanti. Dan kalian kerja. Kita harus berkumpul, nggak ada paksaan untuk kumpul meskipun itu harus, tapi papa tahu, hati kalian pasti akan kembali ke rumah di mana papa dan mama berada. Karena itulah keluarga. Dan itulah yang papa pikirkan selama sendirian di dalam rumah. Meskipun banyak makanan, ada kendaraan, dan uang. Selalu ada yang kurang saat papa sendiri di sini, kalian."


-----


NB : Dedicated to beloved Papa, i'll be back home. Semua perhatian yang setiap saat papa berikan, tidak lagi terasa berlebihan :)


By Dita Oktamaya

Tuesday, May 19, 2009

My 2nd Award



Rules:
1. Put the logo in one of your posts
2. Put the link of the blog who has given you this award
3. Give this award to those 10 people who are friendly and inspiring, put their blogs’ links as well
4. Tell them you’ve given this award by leaving a message on their blogs

~this award given by : http://cantstopsmiling.wordpress.com/

~this award also dedcated to :
http://siyudis.com/
http://sweetsourpeach.blogspot.com/
http://penacurly.blogspot.com/
http://audreysubrata.blogspot.com/
http://iyagihaja.blogspot.com/
http://reevosaulus.blogspot.com/
http://kakve-santi.blogspot.com/
http://chochofloat.blogspot.com/
http://siusep.blogspot.com/
http://ndoksukamikir.blogspot.com/

-----

NB : Maaf jika saya tidak menulis link dalam bentuk nama dari pemilik blog tersebut, saya masih berusaha untuk mencari tahu caranya :)
CONGRATS GUYS!!^6^


By Dita Oktamaya

Sunday, May 17, 2009

Kamu Tahu?

Kamu tahu?
Aku bukanlah diriku,
saat kamu tak di sisi
saat ribuan peluh berlalu tanpa kita bagi
saat melewati hari tanpa persahabatan yang berarti

Kamu tahu?
Aku jatuh ketika berjuta luka itu menusuk hati
luka dengan irama sakit yang tak terobati
luka dari kecewa yang menghempaskan hati
luka yang diiringi senyum palsu dari persahabatan tanpa hati

Aku menyayangimu,
meski tanpa terucapkan, namun dalam hati
kita bersama melewati hari
dan sungguh menyenangkan memilikimu di sini
menggapai mimpi yang jauh menanti

Kamu tahu?
dengan berjuta kenangan yang telah kita bagi
hati ini tersenyum mengamini
kamu sangat berarti


----


NB : Dedicated to My Sister's Bestfriend, Ajeng. Girl who always tell how cute she is. This poem is pointing for her birthday gift as my sister's feel for her. Hope you have great birthday as usual, be a strong woman and growing up wisely.


02-05-09
With Love, Dita Oktamaya




Poem by Dita Oktamaya

Saturday, May 16, 2009

Happy Birthday!

Happy birthday to Charity Anggraeni, my Junior High School's classmate since grade IX.
Hope you have great birthday and the best things in life.


Jakarta,
14-05-09
With love, Dita Oktamaya



By Dita Oktamaya

Wednesday, May 13, 2009

Lakukan Apa Yang Ingin Kamu Lakukan!


me and her


Udah ketemu apa yang lo mau?


Saya mengirim SMS kepada salah satu teman dekat saya di sekolah menengah atas, kami mulai dekat di akhir semester genap ini. Di semester yang nantinya menentukan lulus tidaknya kami, semester yang kelak memisahkan kami dan meninggalkan kami bersama dengan berbagai kesedihan akan kenangan yang setiap harinya terukir jelas di benak kami.

Belum

Dia membalas SMS saya, saya tersenyum, teringat kejadian tadi siang di kantin sekolah.

"Lo ikut Ujian Masuk Bersama (UMB)?" tanya saya padanya yang sedang asik menggoda teman saya yang lain yang sedang asik dengan makanannya. Dia menggeleng.

"Gue mau Universitas Indonesia (UI)! Tapi kemungkinan itu kecil!" dia berkata manja. Saya tertawa.

"Kemungkinan itu tidak terbatas. Pasti bisa!" Saya memberi semangat. Dia menggeleng dan menutup wajahnya dengan kedua tangannya, ciri khas yang selalu dilakukannya saat ia sedang pusing dengan sesuatu.

"Gue mau apa ya?" dia bertanya dengan nada serius pada saya. Saya tertawa dan membelai lembut kepalanya.

"Masa nanya gue? Emang lo nggak tau apa yang lo mau?" tanya saya. Dia menggeleng.

"Gue mau Hubungan Internasional (HI), bahasa jerman, gue mau UI!" dia menjerit manja. untungnya suasana kantin sedang ramai, jadi tidak ada orang yang menyadari suaranya yang mungkin dapat membakar gendang telinga manusia.

"Ssst!" bisik saya. Dia tertawa.

"Akan aneh rasanya kalo gue nggak nurutin kata nyokap, tapi gue mau UI dan itu sulit!" Dia berkata serius. "Sedangkan nyokap kasih pilihan swasta yang statusnya buruk di pandangan orang-orang jakarta, kampus yang juga buat gue yakin nggak akan nyaman berada di sana!" Dia terlihat makin lesu. Saya merangkulnya.

"Ikut ke Yogyakarta aja, yuk! Sama gue!" ajak saya. Dia tertawa.

"Gue mau UI dan Depok lebih deket daripada Yogyakarta, Yogyakarta jauh!" Dia berseru kencang. Saya tertawa lagi.

"Dasar lo! Bisa aja ngelesnya!" Saya mengacak-acak rambutnya.

"Kalo pilihannya swasta, gue belom ketemu apa yang gue mau. Gue bingung. Kalo ada orang yang nanya kemana gue nerusin kuliah setelah lulus SMA nanti, gue kesel sama pertanyaan itu! Jenuh! Pertanyaannya sama terus!" Dia menghela napas dalam, "Sekarang yang penting kata nyokap gue dulu, biar kuliah gue nyaman dan nyokap seneng." Dia menatap saya dalam-dalam. Saya mengangguk kemudian merangkulnya lebih dekat.

"Gue doain. Buktiin sama nyokap lo kalo lo bisa. Lakukan apa yang lo mau, yang lo suka, bukan nyokap lo suka! Karena bagaimanapun yang menjalani kuliah nantinya kan lo, bukan nyokap lo. Tugas lo sekarang adalah ngebuktiin hal apa aja yang lo mau. Yang bener-bener ada pada lo, yang jadi bakat lo! Dan yang akan lo lakuin di masa depan nanti. Kita sama-sama sukses ya!" Saya mengusap punggungnya.

Dia menghela napas, "Hah... pusing!"

Saya tersenyum mengingat percakapan itu dan dengan segera membalas SMSnya.

Inget kata gue? Lakukan apa yang ingin lo lakukan!

Dia tidak membalas

Jika dipikir ke belakang, kami bukanlah teman yang begitu akrab. Dia galak, sungguh. Di kelas pun ia terpilih sebagai siswi tergalak, tapi saya tidak takut entah mengapa. Mungkin karena saya merasa bahwa semua orang memiliki dinding pertahanan tersendiri untuk waspada ataupun melindungi dirinya dari gangguan macam apapun yang mengancam. Dan menjadi galak adalah pertahanan yang dimiliki olehnya.

Dari kegemaran pun kami berbeda.

Bagi saya mencari waktu yang tepat untuk kabur dari kelas seni rupa adalah hal yang sangat diinginkan. Menggambar perspektif, berimajinasi dengan tema pedesaan atau pemandangan, dan mewarnai karya dengan warna transparan cat air (yang sebenarnya murid taman kanak-kanak dapat melakukannya dengan mudah, atau lebih bagus?), cukup membuat saya kewalahan, tidak berkutik.

Tapi dia, dia adalah orang yang paling saya kagumi dalam bidang menggambar, dia sungguh-sungguh mencenangkan saya dengan hasil karyanya yang menarik lidah saya untuk berdecak kagum, dan karena itulah saya sering memanggilnya, seonsaengnim, guru dalam bahasa korea. Karena dia dengan senang hati mengajari saya menggambar (meskipun sulit untuk bertahan sebagai guru seni rupa untuk murid yang aneh seperti saya ini).

Dia cuek tapi peduli. Dia adalah kakak bagi saya. Dan kesalnya saya, saya menyadari itu di saat terakhir di sekolah, saat saya dan dia berada di kelas 3 yang berarti kami akan berpisah dengan kegiatan sekolah. Buruknya, jika tidak benar-benar direncanakan, itu membuat kemungkinan kami tidak akan bertemu lagi makin besar. Saya sedih menyadari hal itu, mengingat saya akan meninggalkan Jakarta dalam waktu yang dapat dibilang cukup lama dan mungkin setelahnya saya meninggalkan Indonesia. Demi cita-cita, pastinya. Demi hal yang ingin saya lakukan sejak dulu.

Saya menyayanginya sebagai kakak saya, bila dilihat dari umur, dia memang cukup jauh lebih tua dari saya. Mungkin itulah sebabnya saya terkadang merasa dimanja ketika sedang membuat percakapan tidak jelas dengannya, ya itulah yang sering kami lakukan. Menghabiskan waktu dengan membahas hal-hal yang sebenarnya tidak penting untuk dibahas :)

Saya mengganti wallpaper ponsel saya dengan foto kami berdua ketika tiba-tiba SMSnya masuk ke ponsel saya

Matahari boleh hilang berganti bulan, tapi kamu tak boleh hilang! Karena tidak ada orang lain yang dapat menggantikanmu.

Saya tersenyum. Dia teman dekat saya entah mulai kapan dan dari mana kedekatan itu bermula, yang jelas sampai kapanpun saya tidak ingin kehilangan teman seperti dia.


-----


NB : Dedicated to my lovely friend who still confuse with her future, Avista. Lakukan apa yang ingin kamu lakukan, Dear. Pasti bisa karena kemungkinan itu tidak terbatas, buktikan apa yang sebenarnya dapat kamu lakukan. Kita akan jarang bertemu untuk 4 tahun kedepan. Kamu tidak perlu mengingatku dengan berlebihan, ingatlah bahwa aku akan terus berdoa dan menyayangimu, itu saja :)



By Dita Oktamaya

New Life is Begin!

Dear all beloved people in my life,
Thanks for all of your wishes. I accepted in one of best university in Indonesia, Gadjah Mada University, Majoring in Korean Literature, the major which i dreamt of. I know this is not the end of my fight, but it is the beginning.
Thanks for my God who always leading me, my family who always stay by my side in every second i breath, my friends in Jakarta whom i'll leave for soon, this city have so much great things (the polution is not including!), and of course thanks to you all who always supporting me! I really appreciate your wishes for me. Hope you are always in Health condition. Keep in touch and Stay unique!




25-04-09
With love, Dita Oktamaya


By Dita Oktamaya


Wednesday, May 6, 2009

Satu demi Satu...

Hari ini hujan datang,
membasahi kilometer lalu lintas
Membasuh atap rumah yang kering,
meski lekang dari sinar gama

Satu demi satu...

Aku menghitung hari
Jakarta masih seperti biasanya, gempita
dengan berbagai rangkaian cerita, kota yang tak pernah tidur

Satu demi satu...

Aku menatap sosok setia pengisi kehampaan
mereka masih seperti yang dulu, menyenangkan
dengan berbagai suka duka, sahabat yang tak pernah tidur

Aku menghitung detik demi detik
tanpa ingin mengatakan selamat tinggal atas kenangan
tanpa niat untuk menyiratkan kepedihan akan perpisahan

Aku menghitung detik yang berlalu untuk kusimpan kembali
detik yang setiap harinya terlepas tanpa jejak
detik yang nantinya dapat dibagi sebagai cerita usang tak terlupakan
detik yang berguna sebagai pengingat jika lupa
detik yang begitu berharga yang menyatukan setiap keunikan yang terjalin tanpa sia-sia
detik yang membiarkanmu menjadi apa adanya
yang disetiap bunyinya terdengar nama kita, persahabatan


-----


NB : Dedicated to all my closest friends in Jakarta whom i'll leave for soon from this city, thanks for the greatest friendship that we belong together :)



poem by Dita Oktamaya

Sunday, May 3, 2009

Reflection!?



Sudah lama tidak bertemu, kemarin seorang teman menyapa saya lewat ruang obrolan online. Mengatakan dia butuh untuk dihibur (miripkah saya dengan badut atau pelawak? =p ). Dia sepertinya sedang merasa berada di titik jenuh kehidupannya, entahlah mungkin itu hanya perkiran saya karena tiba-tiba dia berkata bahwa dunia ini datar dan merasa bahwa segala sesuatu yang ada dalam hidupnya, palsu!

Saya berpikir, bukan merasakan hal yang sama olehnya. Tapi berusaha menemukan cara untuk mengembalikan posisinya agar setidaknya berada pada titik stabil. Filosofi aneh banyak saya katakan padanya, hampir frustasi karena merasa itu semua tidak mempan. Dalam keputusasaan saya untuk mengembalikan kestabilan pikirannya, dia pun meminta saya untuk bercerita.

"Cerita sesuatu dong, Dit!"

Saya berpikir, "Apa ya? Gue lagi bingung."

"Bingung apa? Nyari kosan di Yogya?"

"Bukan." jawab saya, "tapi karena ada temen gue yang merasa segala sesuatunya, palsu."

"Sialan lo!"

Kami tertawa

"Hidup nggak selamanya sedatar itu, Rik." saya mulai berfilosofi kembali, "Balik lagi ke diri lo, kayak lagunya christina aguilera itu loh, reflection. Cari tahu apa yang ada dalam diri lo, jangan pura-pura, cari apa yang lo suka, lo mau, dan cari cara untuk ngedapetinnya tanpa buat orang lain terluka."

"Gitu ya?" Dia berpikir, entah apa yang dipikirkan manusia unik itu, "gue pengen bahagia, Dit. Itu aja. Tapi dengan semua sandiwara aneh ini, sekarang rasanya semuanya palsu."

"Bukannya hidup itu memang sandiwara ya?" tanya saya.

"...."

"Lo pengen bahagia?" tanya saya lagi.

"Iya, Dit."

"Inget Allah." jawab saya, ia mengeluarkan sebentuk gambar yang sedang melengkungkan sebuah garis, tersenyum.

"Pasti, Dit. InsyaAllah."

"Lo tau? Gue pernah merasa dalam posisi lo, dan tebak apa yang gue lakukan?"

"...."

"Gue menatap ke atas, ngelihat langit. Saat lo ngelihat langit dengan berbagai bentuk awan, itu cerminan dari kehidupan lo, kehidupan itu luas seperti langit dan awan adalah wujud dari cerita di dalam kehidupan kita, bermacam-macam bentuknya merupakan hal yang bisa kita pelajarin. Tapi ketika kita lihat tidak ada awan di langit, di saat itulah kita merasa bahwa hidup ini begitu datar, saat itu kita sedang jenuh dengan aktivitas kita yang sama setiap harinya."

"Jenuh ya?" tanyanya.

Kami berdua terdiam

"Ini nggak akan berlangsung lama kok, Rik." saya menenangkan "Lihat hari yang sama dalam sudut pandang yang berbeda, temuin hal-hal apa aja yang bisa lo pelajarin, yang bisa lo sukain, be creative, try something new! Nanti lo akan tau, kalo sebenernya hidup ini nggak selamanya datar, percuma kan ada teori kalo bumi ini bulat? hahaha."

"Hoo... makasih ya, Dit."

"Anytime, dear. Pasti lo juga kangen dengan kemanisan gue kan?"

"Hahaha. Lo buat gue jadi gila, Dit."

"Karena kemanisan gue? Gue nggak nyangka segitu manisnya gue sampe buat lo tergila-gila."

"Hahahahaha."

*Retorika has signed off*

Saya tersenyum. Hampir saja saya merasa bahwa hari itu adalah hari yang datar, yang selalu sama setiap akhir pekannya, tapi itu tidak terjadi karena tiba-tiba dia menyapa dengan sejuta penat yang ingin dibaginya dengan saya.


-----


NB : Dedicated to Retorika, lihat hidup dari berbagai sisi ya, Darling. Good luck for you. Share with me anytime you want, that's what friends are for, isn't it? :)


---pic : koleksi pribadi


by Dita Oktamaya