Thursday, March 29, 2012

Itu Ruangku, Kembalikan Padaku!

Aku ingin ruangku yang dulu
bergelak tertawa terbahak hingga tersedak membisu
ruang yang menyatukanku denganmu

Beri aku ruangku
lupakan saja usulmu
aku tidak ingin lupa, kenapa harus lupa?

Berdiam di sampingmu
bermain dengan hati untuk meraba pikiranmu
aku ingin ruangku yang dulu, kenapa harus aku tidak punya itu?

Beri aku ruangku
butuh waktu katamu
aku tidak ingin menunggu, kenapa harus menunggu?
ruang itu milikku, kenapa tidak kau tahu?

Aku hanya ingin ruangku, berikan aku itu
berikan aku itu, aku ingin ruangku yang dulu

seharusnya kau tahu itu punyaku
itu ruangku, kembalikan padaku!


Puisi by Dita Oktamaya

Wednesday, March 14, 2012

Seharusnya Aku

Seharusnya aku
menatap sombong berkata mampu
memamerkan ribuan emas pertanda borju

Seharusnya aku
merangkai derajat menjadi tahta
menatap angkuh berkata bisa

Seharusnya aku....

Bukan kamu...

Bukan mereka....

Tetapi aku!

Bukan terurai tanda terhina
menjadi arang berakhir rapuh
menatap lemah berkata lesu

Seharusnya aku
seutuh itu

Bukan terbakar ego menjadi tiada
anggun terhapus mengundang hina
menjadi terlupa tak kasat mata

Seharusnya bukan aku
terpecah tanpa rindu


Puisi by Dita Oktamaya

Kata Dosen #2

Hari ini saya berkuliah Jurnalisme Media Cetak, dosennya? Hmm... sedikit susah ditebak, tetapi memang asik dan tidak macam-macam. Kebetulan ini mata kuliah lintas fakultas, jadi saya merasakan perbedaan yang sangat berarti (mengenai lintas fakultas di kampus saya akan saya bahas dipostingan berikutnya ketika saya sudah memiliki cukup waktu untuk bercerita banyak tentang kampus saya :D ) saat mengikuti perkuliahannya.

Sejujurnya, pada awal semester, saya merasa sedikit ragu-ragu untuk mengambil mata kuliah ini, tetapi setelah masuk ke dalam kelasnya dan berinteraksi dengan dosen yang unik seperti beliau saya menjadi (sedikit) lebih nyaman, ya meskipun tugas-tugasnya selalu berkesinambungan hadir dalam setiap pertemuannya dan saya pun masih belum bisa seratus persen nyaman dengan suasana perkuliahan yang asing karena saya adalah mahasiswi lintas fakultas.

Di dalam kuliah ini saya banyak mendengar istilah baru tentang jurnalistik, tentang keadaan jurnalistik di Indonesia, dan lain sebagainya. Agak merasa sedikit bingung, tetapi juga bersyukur karena mendapat ilmu yang baik.

Ada satu perkataan dosen saya yang mungkin akan saya ingat entah sampai kapan :

"Jadilah dirimu sendiri ketika menulis, jangan mengikuti orang lain. Karena tulisan itu memakai hati dan tulisan itu tidak pernah bohong."

Begitulah kurang lebih kata-kata beliau. Saya jadi berpikir lebih dalam ketika mendengar perkataan beliau, ada benarnya juga, memang. Tulisan itu tidak pernah bohong karena ditulis menggunakan hati, saya jadi megingat sebagian besar orang yang bahkan dengan sengaja menulis buku harian untuk menceritakan apa yang tidak bisa diungkapkan dengan jujur secara lisan.

Beliau memang terlihat sangar dan mengerikan, sehingga saya selalu segan untuk berinteraksi secara baik dengan beliau, tetapi mendengar beliau berbagi cerita dan pengalaman-pengalamannya membuat saya sadar bahwa beliau adalah salah satu di antara orang-orang yang menjadi inspirasi saya dalam menulis. Such a great Jurnalist, i adore you, Sir :)



By Dita Oktamaya

Monday, March 12, 2012

Kata Dosen #1

Hari ini saya kuliah seminar skripsi. Di sela-sela kuliah, dosen saya tiba-tiba mengatakan hal yang sedikit membuat saya mengerutkan dahi :

"Di dunia ini ada 4 tipe penanya, yang pertama adalah tipe orang yang bertanya karena dia benar-benar tidak tahu, yang kedua adalah tipe orang yang sebenarnya tahu, tetapi dia pura-pura tidak tahu, yang ketiga adalah tipe orang yang ingin mengetes seberapa orang yang tahu itu menguasai apa yang diketahuinya, dan yang terakhir adalah tipe orang yang ingin memberikan pelajaran atau pengetahuan dengan cara bertanya, tidak langsung mengatakan bahwa hal-hal ini lah yang benar, tetapi membuat orang yang ditanya itu mencari tahu jawaban dari pertanyaan tersebut, membimbing dengan bertanya."

Saya (agak) mengerti sih, tetapi bedanya di mana? Tipe yang pertama memang jelas sangat berbeda karena termasuk tipe yang tidak tahu apa-apa. Namun, perbedaan dari tipe dua, tiga, dan empat itu ada di mana? Terasa seperti sama saja, bukan? Baiklah. Jika ada yang bisa bantu, tolong beritahu saya ya :)

Saturday, March 10, 2012

This Saturday Was Almost A Nice Day. Almost.

I thought this saturday would be a nice day, but i was totally wrong. I wish i wasn't wrong, but i was.



My day didn't start out good, kuliah di pagi hari di akhir pekan, see?

Saya bahkan hanya memiliki satu hari untuk berguling-guling di kamar, nice! Saya suka mata kuliah ini, menyenangkan, tetapi kenapa harus dilaksanakan pada akhir pekan? =..=

Baiklah lupakan kuliah di akhir pekan yang (sangat) menyebalkan itu.

Apa kalian pernah membuat janji dengan seseorang? Apa kalian berpikir sama dengan saya bahwa janji itu adalah hal penting untuk membuat orang lain merasa dibutuhkan dan penting?

Begini, jauh hari dari awal pekan kemarin saya telah membuat janji untuk menonton sebuah film, bersama dengan dua orang teman, sebenarnya hanya dengan seorang teman, tetapi karena kami merencanakan makan bersama bertiga, kami pun menjadikannya dalam satu hari. Maka kami pun berjanji untuk pergi bersama.

Sejujurnya, saya jadi tidak menyukai hari sabtu ketika mengetahui hari ini ada kuliah pengganti selama bulan Maret karena dosen memiliki kesibukan sendiri untuk mengisi perkuliahan di hari biasa di bulan Maret dan dosen pengganti terlalu sibuk untuk meluangkan waktu mengajar kami di sela kuliahnya. Great! Maka jadilah perkuliahan di hari sabtu ini di mulai.

Saya tidak suka hal ini, tetapi saya suka hari sabtu kali ini karena saya berpikiran saya akan bertemu, menonton film, bercerita banyak dengan teman kesayangan saya, saya berpikir betapa baiknya hari ini akan berjalan karena banyak waktu yang akan saya lewatkan bersama dengan teman kesayangan saya itu karena kami sudah cukup lama tidak bertemu (kecuali jika saya menanyakan di mana keberadaannya dan menghampirinya) bahkan di kampus kami yang notabennya sama, tetapi kami tidak pernah berada pada kelas yang sama.

Jujur kadang saya ingin mengatakan padanya untuk membeli waktu dia beberapa jam saja, hanya untuk sebentar mendengar ceritanya yang terkadang jarang dia ungkapkan dan mengungkapkan cerita yang selalu ingin saya ceritakan kepada dia setiap saya mengalami setiap hal baru di keseharian saya, tertawa bersama, benar-benar menghabiskan waktu bersama-sama and i thought the day was this saturday, but that's big no.

Boleh saya bertanya sebenarnya apa yang kalian inginkan ketika membuat janji dengan teman kesayangan? Tepat sekali.

Tertawa bersama dan menghabiskan waktu bersama-sama. Sederhana bukan? Sesederhana itu. Saya ingin seharian ini bersama dia, baiklah mungkin saya egois, but i do miss her! Oh come on! Siapa yang tidak merindukan teman kesayangannya ketika waktu untuk bermain bersama semakin sedikit, siapa? Siapa yang tidak iri dengan teman-temannya yang lain yang memiliki lebih banyak waktu bersama dengan dia karena berada di kelas yang sama, siapa? Apa hanya saya yang merasakan ini? Oh, Poor me!

Kami jarang bertemu, saya tidak pernah mendapat kelas yang sama dengannya, sulit mendapatkan waktu luang untuk bercerita dengannya dan saya hanya minta satu hari (dipotong beberapa jam dari kuliah saya) bersamanya. Hanya satu hari. Is it hard? I thought we're team, aren't we?

Dia adalah teman yang selalu menjadi prioritas saya. Selalu. Dia menjadi teman yang selalu saya utamakan setiap kali dia ingin bertemu dengan saya bahkan sangat bersedia ketika saya sedang mengerjakan beberapa tugas dan akhirnya meninggalkan tugas-tugas itu sejenak untuk bertemu dengan dia, dia yang menjadi teman yang selalu saya pikirkan setiap kali saya mendapatkan hal yang menyenangkan karena saya juga ingin dia merasakan kesenangan itu, dia yang saya cari pertama kali ketika penyakit maag saya sedang kambuh (karena di Jogjakarta tidak ada keluarga saya) bukan untuk meminta untuk dibelikan obat, tetapi untuk setidaknya jika berada di samping dia saya merasa aman dan tidak akan apa-apa.

Namun, mungkin hanya saya yang menjadikan dia teman prioritas saya dan saya bukan (dan mungkin tidak akan) menjadi prioritasnya. She has plenty of friends and if compare with them, i know i'm the biggest nobody for her. Saya tidak meminta imbalan kepada dia untuk menjadikan saya teman yang menjadi prioritasnya. Tidak. Karena dia pun tidak pernah meminta saya untuk menganggapnya sebagai teman yang menjadi prioritas saya dan jika saya meminta hal itu , itu terlalu tinggi untuk saya.

Saya hanya berharap dia melakukan sesuatu, membuat janji atau pun bercerita meluangkan waktu bersama dengan saya semua itu adalah murni karena dia ingin melakukannya, bukan karena suatu keharusan dan perasaan tidak enaknya karena saya telah berbuat baik kepadanya. Oh come on! Menjadi no man terkadang penting. Katakan jika tidak mau karena akan selalu menjadi beban untuk saya setiap kamu mengatakan 'terserah', it has no meaning, Dear, you should know about it.

Hal yang membuat saya (sangat) kecewa hari ini adalah dia memiliki dua janji dalam waktu yang mungkin berdekatan. Jujur saya tidak tahu kenapa dia membuat dua janji dan dengan siapa dia membuat janji lebih dahulu. But, it's disappointing.

Janji dengan saya adalah menonton film dan janji bersama teman yang lain adalah membuat tugas. I swear, jika dia mengatakan tidak bisa menonton film dengan saya karena harus mengerjakan tugas, i won't mad at her! I swear! Saya malah jadi merasa sangat bersalah karena merasa saya telah merebut waktu luangnya untuk mengerjakan tugas dengan mengajaknya menonton film yang (mungkin) hanya saya saja yang berminat menontonnya.

Bertemu dengannya hari ini awalnya menyenangkan, sungguh sangat menyenangkan, karena saya merasa saya telah menjadi teman yang (sangat) penting untuknya karena dia rela meluangkan waktunya seharian ini bersama saya, but that was big no.

Dia memang berada di samping saya saat itu, tetapi pikiran dan perhatiannya berada di layar ponsel, dia seperti sedang dikejar waktu, mungkin, menurut saya yang awalnya tidak mengetahui dia memiliki janji lebih dari satu hari ini. Oh God, berada di sampingnya yang berlaku seperti itu membuat saya merasa sedang pergi bersama seorang selebritis yang tidak bisa lepas dengan ponselnya untuk megatur jadwalnya.

Jujur saya kecewa. Sangat. Hingga kaki saya terasa sangat lemas untuk diajak tetap berdiri dan berjalan ketika dia bertanya segera setelah film selesai, apakah dia boleh pulang mengerjakan tugas bersama dengan temannya dan dengan tanpa beban dia memberikan saya pilihan untuk 1) bersama dia berjalan-jalan di mall hingga malam, tetapi dia tidak menginap di tempat saya, atau 2) dia pulang segera setelah film selesai, tetapi malam ini dia menginap di kos saya.

How dare you, Dear! Kenapa pilihan yang kamu berikan begitu kejam?

Yang saya tahu hari ini seharusnya menjadi hari kita main bersama seharian hingga kita capek tertawa hingga malas mandi, yang saya tahu hari ini seharusnya menjadi hari ketika saya lebih banyak melihat kamu tertawa dengan ekspresi polosmu yang terkadang tidak mengerti lelucon apa yang saya katakan, hari ini seharusnya saya lebih banyak melihatmu tersenyum dan dengan cerewet menyangkal semua hipotesis saya tentang berbagai hal yang kita temui di jalan, bukan hari di mana saya dengan tidak berdaya melihat kamu bercengkrama dengan ponsel kesayanganmu. Kamu bosan bermain dengan saya? Tolong katakan jika memang begitu. Saya harus apa supaya teman kesayangan saya tidak bosan bermain dengan saya? Harus tidak bermain dengan kamu lagi? So, this saturday was not our girls day out, was it? Dan entah kenapa hati saya sakit. It was almost nice day. Almost.


-----


Dear my super duper lovely friend,

Ini bukan salah kamu, bukan. Saya yang seharusnya beradaptasi dengan sikapmu yang seperti itu. Kamu tidak pernah salah, saya yang selalu salah mengharapkan teman yang super sibuk seperti kamu meluangkan waktunya untuk pergi bersama saya. Saya yang selalu salah berharap kamu menepati janji bukan karena keharusan kamu membalas kebaikan-kebaikan yang katamu banyak saya lakukan. Saya yang selalu salah. Selalu tidak pernah tahu memperlakukan kamu dengan baik. Saya yang selalu tidak peka dengan keadaan kamu yang selalu berbanding terbalik dengan saya. Saya yang berharap lebih banyak mekipun kamu sudah berkali-kali mengingatkan untuk tidak berharap banyak tentang waktu yang kita punya hanya sedikit. Saya yang selalu salah karena saya selalu butuh kamu untuk berbagi cerita tentang hari-hari saya. Saya yang selalu salah karena berpikiran kamu juga butuh saya, saya yang selalu salah karena berpikiran kamu mau berbagi dengan saya karena kamu memiliki keinginan untuk berbagi dengan saya bukan karena suatu keharusan yang menekan kamu untuk berada di samping saya. Kamu dulu bilang kamu adalah orang yang mudah bosan dan mudah membuat orang lain menangis, yes you are. Kamu tidak pernah salah.

Yang salah itu selalu saya karena saya selalu berharap banyak dari kamu meskipun kamu mengatakan kamu akan susah menjadi teman yang baik. Saya selalu salah karena saya tidak pernah benar menebak mood kamu dan selalu menangis menyebalkan setiap berpisah dengan kamu karena saya tidak tahu kapan lagi saya mendapatkan banyak waktu berbagi cerita dengan kamu. Saya yang selalu salah, kamu yang selalu benar, kamu tidak pernah salah.

Kamu sudah bosan main dengan saya? Apa yang harus saya lakukan untuk membuat kamu lebih baik? Tidak bermain denganmu lagi?

Saya pernah baca di sebuah bacaan, don't make people a priority if they make you only an option. So, do you make me only an option? Well, Mungkin perkataan mereka benar dan saya salah, but If you make me only an option i should hate you, but i don't. I shouldn't care about you, but i do. Ini karena otak dan hati saya bilang kamu adalah teman saya. Seperti dialog di sebuah serial tv yang paling kamu suka : We're bestfriend allright? You don't have to tell me i'm yours, but the way i see it, we're a team.

Jujur saya memang tidak pernah tahu bestfriend itu memiliki makna seperti apa, yang saya tahu adalah saya mengenal kamu (dan saya harap saya benar-benar mengenal kamu), teman saya, teman yang membuat saya senang dan nyaman bahkan ketika kamu tidak bicara sekali pun. Saya tidak tahu bestfriend itu pernah menggurui satu sama lain atau tidak, but honestly i won't do that, you know me, Dear girl, yang saya tahu saya harus membuat teman saya (kamu) selalu merasa nyaman juga di samping saya bahkan ketika saya sedang malas bercerita apapun.

Saya penasaran bagaimana cara untuk membuatmu tidak bosan bermain dengan saya tanpa kata-kata, tanpa cerita. Kamu tahu, mungkin nanti akan ada masa ketika pertemanan ini menemukan titik jenuh sehingga nanti masing-masing dari kita tidak ingin bertemu satu sama lain dalam waktu yang cukup lama, saya tahu pasti masa-masa seperti itu akan ada karena saya telah menemukan berbagai macam orang yang melakukan hal itu kepada saya, tetapi sampai saat itu tiba di antara kita, tolong jangan bosan bermain dengan saya. Tolong. Saya mohon.


-----




By Dita Oktamaya

Friday, March 9, 2012

Tidak bisa. Saya Harus Sembuh.


Hei kalian, baik-baik saja kan? Jika kalian bertanya bagaimana kabar saya? No. No. Saya tidak dalam keadaan baik-baik saja. Sakit? Ah, seandainya semudah itu menyebut hal ini dengan sebutan sakit.

Begini, saya ingin tahu bagaimana kalian mengartikan makna sakit itu sendiri? Hal yang harus disembuhkan dengan minum obat? Bagaimana jika obatnya tidak ada? Apa tidak akan sembuh?

Saya berpikir seperti itu, beberapa hari yang lalu saat saya telat makan (atau mungkin lebih tepatnya lupa makan?) dan lebih memilih minum kopi hitam hasil usaha teman saya yang berusaha menjadi pengusaha mandiri. Dan hasilnya? Saya sakit. Sakit sekali sampai rasanya saya tidak sanggup berdiri, badan saya gemetar, dan saya tidak sanggup menggenggam barang-barang di sekeliling saya.

Ah, tidak. Tidak. Kopi itu tidak beracun, yang beracun adalah tubuh saya. Saya memiliki maag yang notabennya tidak baik (atau lebih tepatnya tidak boleh) meminum kopi pekat atau kopi-kopi hitam lainnya.

Saya terbaring sendiri di kamar kos, berharap bantuan datang? Tidak. Saya tidak pernah berpikiran untuk merepotkan orang lain. Saya hanya berpikiran saya harap saya bisa merasa lebih baik saat itu, rasanya tidak enak gemetar seluruh badan seperti itu. Saya tidak bisa mengerjakan tugas dan menonton film yang saya pinjam dari seorang teman. Saya bahkan tidak bisa menyelesaikan buku yang sudah lama saya baca. Saat itu saya hanya berpikiran bahwa saya tidak seharusnya minum kopi. Hanya itu.

Kalian tahu? Saya merasa saya harus sembuh. Bukan. Bukan karena penyakit maag saya yang jika kambuh dapat membuat saya merasa mual sepanjang hari atau gemetaran seluruh badan. Saya harus sembuh dari kebiasaan saya yang tidak mengenal diri saya sendiri. Yang tidak mengenal tubuh saya sendiri.

Kalian tahu? Saya iri mengetahui teman-teman saya yang dapat mengenali diri mereka, makanan apa saja yang tidak boleh mereka makan, kapan sebaiknya mereka tidur malam. Atau bagaimana mereka mengetahui kapan dan seperti apa efek samping yang akan timbul pada tubuh mereka jika memakan makanan yang menjadi larangan buat mereka.

Saya? Tidak. Saya tidak pernah mengetahuinya. Saya jarang (atau lebih tepatnya tidak pernah) mengetahui siklus yang tepat yang terjadi di dalam tubuh saya. Saya tidak seharusnya seperti itu. Saya mau sembuh. Saya harus sembuh.

Saya mengatakan bahwa saya tidak bisa makan udang dan kepiting, saya mengatakan saya alergi, nyatanya? Tidak. Saya tidak alergi udang dan kepiting, saya hanya takut memakan mereka karena pernah suatu ketika saya memakan udang dan kepiting, telapak tangan dan kaki saya gatal. Pernah suatu waktu saya makan udang dan kepiting punggung saya gatal. Hanya suatu waktu, waktu yang tidak tentu kapan, selain itu? Saya selalu baik-baik saja memakan mereka.

Karena ketidaktahuan saya terhadap tubuh saya inilah saya mengatakan bahwa saya tidak bisa makan udang dan kepiting, untuk sementara, di Jogjakarta, ketika saya tinggal sendiri karena akan repot sepertinya jika ternyata 'alergi' saya tiba-tiba kambuh ketika saya sedang menjalani kehidupan saya sendirian di kota orang.

Saya sering tidak fokus terhadap sesuatu ketika melihat seseorang atau sesuatu yang menjadi prioritas saya terusik. Jika hal-hal yang menjadi prioritas saya terusik, saya akan menjadi jarang (atau lebih tepatnya tidak) fokus dalam mendengarkan perkataan orang lain, jadi sering tersandung, dan jadi sering menjatuhkan barang-barang di sekeliling saya, berurutan, berkali-kali sampai orang lain bertanya apa yang sebenarnya terjadi pada saya.

Ah, tidak bisa. Saya mau sembuh. Saya harus sembuh. Saya tidak seharusnya seperti itu. Saya juga bingung mengapa saya berlaku demikian, saya ingin mengenal diri saya. Saya ingin sembuh sesembuh-sembuhnya.

Oh ya, ada satu hal yang saya takutkan (sebenarnya ada beberapa hal dan hal ini adalah salah satunya). Saya tidak mau memiliki keegoisan tinggi hingga membuat saya menutup mata dengan orang-orang di sekeliling saya. Saya tidak mau menjadi orang yang egois karena menurut saya itu (sangat) tidak baik. Itu buruk. Itu jahat.

Saya takut menjadi orang yang egois karena saya tidak mau membuat orang lain tidak merasa nyaman dengan saya. Ya, meskipun kadang manusia harus memiliki keegoisan tersendiri untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bisa disepelekan, tetapi saya tetap tidak mau menjadi orang yang egois. Saya sering bertanya-tanya, pada dasarnya manusia diciptakan untuk direpotkan dan merepotkan, bukan? Untuk saling berbagi satu sama lain, bukan? Lalu, untuk apa menjadi orang yang egois?

Tetapi, rasanya hal itu masih susah bagi saya, saya masih terlihat seperti orang yang egois, saya bingung menempatkan diri saya seperti apa, sehingga saya selalu terlihat sebagai orang yang egois. Saya bingung harus mengungkapkan seperti apa rasa kepedulian saya terhadap orang-orang di sekitar saya, sehingga orang lain melihat saya sebagai orang yang egois.

Saya bingung. Bingung sekali. Bingung sebingung-bingungnya.

Tidak tahu bagaimana lagi cara membuktikan bahwa saya pun tidak suka terlihat atau dianggap atau berbuat sesuatu yang egois. Saya ingin orang lain nyaman. Saya yakin orang-orang di sekitar saya adalah orang yang baik, maka dari itu saya ingin membuat mereka nyaman. Saya selalu berusaha memikirkan orang lain terlebih dahulu karena saya beranggapan saya ingin mereka nyaman berada di sekitar saya. Saya suka memperlakukan orang lain dengan nyaman, saya suka memperlakukan orang lain seperti apa yang orang lain itu inginkan. Saya suka karena dengan berlaku seperti itu membuat diri saya nyaman juga, tetapi entahlah saya bingung, saya takut membuat mereka nyaman adalah suatu keegoisan tersendiri yang saya punya.

Ah, jika semudah ini mengatakan bahwa semua yang rasa itu adalah penyakit, apakah kalian memiliki cara untuk menyembuhkannya? Jika kalian tahu caranya, tolong beritahu saya. Saya tidak ingin membuat orang-orang lain semakin kecewa dengan keadaan diri saya. Saya tidak suka merasa kecewa karena itu saya tidak ingin melihat orang lain kecewa. Rasanya tidak enak. Tidak menyenangkan sama sekali. Saya ingin menjadi orang baik yang hidup dengan baik. Saya harus sembuh.


-----






By Dita Oktamaya

Thursday, March 1, 2012

Pamer

Ah, saya ingin pamer!

Jujur belakangan ini saya sedang sangat teramat egois karena banyak hal yang saya ingin kalian juga mengetahuinya. Maaf ya, tetapi semoga apa yang saya ceritakan ini selalu menyenangkan, jadi kalian tidak perlu repot-repot melempar sendal ke muka saya jika ternyata kalian tidak menyukai cerita saya. Jangan sampai.


Baiklah, sudah lama sebenarnya ingin bercerita tentang ini. Tentang perjalanan saya di Korea Selatan bulan Oktober tahun lalu. Dari mana memulainya ya? Ada ide?

Jujur saya bingung jika disuruh bercerita tentang perjalanan saya di Korea Selatan kemarin, sangat singkat. Singkat sekali. Mungkin hanya 2 minggu. Jika kalian bertanya untuk apa saya pergi ke sana, saya akan menjawab : Jalan-jalan.

Saya sesungguhnya tidak mengerti perjalanan ini untuk apa dan bagaimana, yang saya tahu (dan ingat) saya diminta mendaftar, membuat essay, mengumpulkan foto, formulir, fotokopi passport, curicculum vitae dan menunggu hasil dari ketua Jurusan saya yang lama, inspirator saya nomer 1 setelah saya menginjakan kaki di Jurusan saya yang sangat saya cintai.
Jika kalian bertanya kenapa saya rela berusaha membuat essay dan repot mengurus ini-itu hanya demi pergi ke Korea Selatan, jawaban saya : Penasaran.

Penasaran yang pertama, karena saya belum pernah pergi ke luar negri sebelumnya dan hal itu membuat saya penasaran karena saya tidak pernah melihat negara lain di luar Indonesia secara langsung, jadilah Korea Selatan negara pertama yang saya kunjungi.

Penasaran yang kedua, karena di Indonesia tidak ada musim gugur dan saya sangat tertarik dengan musim gugur setelah membaca novel karya Ilana Tan yang berjudul Autumn in Paris, jadi saya penasaran ingin melihat daun-daun berserakan di jalan yang menjadikan jalanan begitu amat sangat berantakan, tetapi indah dan sejuk. Ya, meskipun ternyata saya bukan pergi ke Paris tetapi ke Seoul.

Penasaran yang ketiga, karena saya ingin bertemu dengan teman-teman saya di sana, saya penasaran apakah mereka baik-baik saja, apakah kami benar-benar berada di bumi yang sama dan melihat langit yang sama, tetapi tinggal di negara dengan waktu yang berbeda. Saya penasaran untuk melihat perbedaan yang susah dilihat dengan kasat mata.

Begitulah dan rasa penasaran saya semua terjawab sudah. Saya pergi ke sana setelah menempuh berbagai macam kerepotan, tetapi semua berjalan dengan baik berkat sang Inspirator yang dengan sangat baik mengurus visa saya dengan cara mengintruksi saya melalui email karena beliau sudah lebih dulu berada di Seoul.

Ketika sampai di sana saya hanya bisa tersenyum, jadi ini rasanya berada di negara lain di luar Indonesia, jadi ini rasanya musim gugur di negara empat musim, jadi ini rasanya bertemu dengan teman-teman bermata kecil saya setelah beberapa lama tidak bertemu, jadi ini rasanya, menyenangkan sekali.


Ini saya setiba di Bandara Incheon, Korea Selatan (Saya suka susu rasa pisang yang sedang saya genggam erat-erat itu)


Ini saya saat program berlangsung, saya harus memakai rompi itu kemana-mana, nama program itu PYEX (PAS (Pasific Asia Society) Youth Exchange)


Saya senang rasa penasaran saya terjawab bahkan sejak kedatangan saya di negri ginseng tersebut, saya bahkan senang sekali teramat sangat melihat teman saya dengan gaya khasnya mengomeli saya karena dia telah menunggu lama di pintu keluar bandara, wanita bermata kecil itu dengan gaya khasnya mengomeli saya dengan bahasa ibunya (bahasa Korea) kemudian memeluk saya erat, rindu katanya.


(Dari kiri ke kanan) ada 2 teman saya dari satu jurusan saya di kampus dan ada teman bermata kecil saya yang dengan setia menanti kedatangan kami di Bandara Incheon :)


(Dari kiri ke kanan) Bapak inilah inspirator saya, akhirnya ketemu juga setelah program kami selesai, kami berjalan-jalan bersama dua teman saya juga dari jurusan yang sama dengan saya :)


Saya senang karena saya tahu saya mendapat banyak teman baru dari Indonesia dan dari negara-negara tetangga (Asia Tenggara dan sekitarnya) dan berkat mereka saya sempat mempelajari lagu selamat ulang tahun dan kalau kau suka hati dalam berbagai versi bahasa (meskipun tidak semua saya ingat) serta menyanyikannya di mana saja, bersama-sama.

Baru kali ini saya merasa bahwa bahasa Internasional bukanlah bahasa Inggris (karena sebagian besar dari kami tidak dapat berbahasa Inggris), melainkan bahasa Korea, how sweet! Saya dan mereka, sama-sama tidak menggunakan bahasa Korea sebagai bahasa Ibu kami, tetapi saat itu kami dengan cueknya, dengan aksen kami masing-masing berkomunikasi dengan bahasa orang yang notabennya adalah bukan bahasa Internasional, jika kalian bertanya bagaimana rasanya? Menyenangkan. Saya senang, senang sekali teramat sangat.


Inilah wajah-wajah kami secara keseluruhan :D


Menunggu makanan datang, kami sudah sangat kelaparan (bersama teman-teman dari Mongol)


Foto ini diambil saat kami makan di outback, saat itu kami makan banyak sekali :P

Saya bertemu dengan teman-teman dari Indonesia juga, jumlah kami seluruhnya ada 8 orang dan tim Indonesia adalah satu-satunya tim yang seluruh anggotanya adalah mahasiswa, sehingga kami adalah tim yang paling berisik, paling tidak bisa diam, paling suka ketawa keras-keras, paling suka tantangan, paling muda, tetapi paling mudah untuk diatur. Dan tim kami terkenal sebagai tim yang pelafalan bahasa Koreanya sangat baik (thanks to bahasa Indonesia yang tidak menuntut orang Indonesia menggunakan aksen tertentu yang sulit untuk diubah).


Ini Tim Indonesia yang berjumlah 8 orang, kantong plastik berwarna hitam itu bukan sampah, tetapi barang belanjaan kami


Foto ini diambil di Gedung DPR Korea Selatan (jika tidak salah ingat), hanya tim kami yang dengan cueknya berpose seperti itu


Foto ini diambil ketika kami meminta izin untuk berjalan-jalan di malam hari ( setelah program ini-itu kami ikuti di pagi hingga menjelang sore hari), sepertinya hanya tim ini yang tidak mengenal kata lelah :)


Lihat betapa segar bugarnya kami? Tidak ada kata lelah untuk berjalan-jalan :D


Program yang saya ikuti ini memiliki 2 koordinator acara, dua-duanya wanita. Yang satu tidak terlihat sudah menjadi wanita dewasa karena suara dan gayanya sangat imut, yang satu lagi terlihat sangat dewasa dengan gayanya yang khas, tetapi memiliki kepanikan tersendiri ketika sedang lelah, sehingga dia sulit sekali untuk fokus. Mereka sangat baik. Baik dan menyenangkan.

Tim Indonesia memiliki panggilan tersendiri untuk 2 koordinator ini, untuk koordinator yang imut kami memanggilnya "wanita empat musim" karena sedingin apapun udara musim gugur saat itu, dia dengan santainya menggunakan legging tipis (sekali) dan rok pendek (sekali). Untuk koodinator yang sulit untuk fokus kami memanggilnya "wanita siap kerja" karena selalu berpakaian rapi dan formal, resmi, tetapi terlihat simple dan kami menyukainya, sangat khas.


Ini saya bersama koordinator acara saya yang disebut sebagai "Wanita Empat Musim"


Ini saya bersama koordinator acara saya yang disebut sebagai "Wanita Siap Kerja"


Mereka semua adalah para volunteer dan koordinator acara yang bertanggung jawab atas program ini, mereka sangat baik dan bersama mereka sangat menyenangkan :)

Hingga saat ini mereka berdua masih sering berhubungan dengan saya melalui media online, menanyakan sudah makan atau belum, mengucapkan selamat pagi atau selamat tidur. Mereka bergosip tentang pekerjaan mereka dengan saya dan saya bergosip (atau lebih tepatnya minta diajari) tentang tugas-tugas saya dengan mereka.

Begitulah mereka menunjukan bahwa jarak bukanlah penghalang ketika persahabatan yang baik terjalin, itu yang mereka ingin tunjukan kepada saya ketika hari terakhir keberadaan saya di sana, saya mengatakan bahwa Korea Selatan dan Indonesia, Seoul dan Jogjakarta itu sangat jauh, saya takut mereka lupa saya karena saya tidak kelihatan di hadapan mereka. Mereka mengatakan kepada saya bahwa manusia memang pada akhirnya memiliki kesibukan
masing-masing, bukan lupa atau tidak ingat, tetapi mereka yakin saya pasti berada di antara tumpukan pekerjaan yang membuat pikiran mereka sibuk. Semoga saja. Saya harap begitu.

Oh, apakah saya sudah bercerita tentang saya yang sangat menyukai duo indie yang berasal dari Korea Selatan bernama J Rabbit? Saya sangat suka mereka, tetapi sayangnya sebagian besar teman-teman bermata kecil milik saya tidak terlalu mengetahui keberadaan duo
indie tersebut, mereka bahkan heran bagaimana saya bisa mengetahui duo indie tersebut padahal saya adalah orang Indonesia dan tinggal di Indonesia. Saya rasa mereka belum terlalu paham fungsi internet yang sebenarnya :P

Dan hal yang tak terduga adalah dari beberapa orang teman yang saya tanya mengenai J Rabbit, koordinator saya yang memiliki panggilan "wanita siap kerja" adalah satu-satunya orang yang juga mengetahui dan menyukai duo indie tersebut, that's great! Kami sama-sama menyukai J Rabbit karena lagunya tidak melulu tentang cinta. Meskipun memang ada beberapa lagu tentang cinta yang dikemas dengan manis dan menggemaskan, tetapi kebanyakan lagu mereka adalah tentang hidup, tentang semangat yang harus bisa diraih seseorang ketika berada di titik jenuh kehidupannya, tentang hari esok yang membuat banyak orang bertanya-tanya untuk apa dan akan seperti apa. Saya suka J Rabbit, mereka mengagumkan.

Dan hal yang paling tak terduga adalah koordinator saya tersebut ternyata diam-diam membeli CD J Rabbit (yang saat di Korea dulu ingin saya beli, tetapi ternyata selalu sold
out) dan mengirimkannya ke Indonesia. Kami memang sempat bertukar alamat tempat tinggal kami, awalnya saya pikir untuk apa, ternyata untuk ini. Saya sangat senang sekali. Dia tidak mengatakan apa-apa selain bersyukur karena paketnya dapat sampai ke tangan saya dengan baik. Ah, koordinator yang (sangat) baik.

Katanya, saya lah yang membuatnya berlaku demikian, saat itu saya memang sedang iseng mengirim buku belajar bahasa Indonesia dan sebuah kalung khas Indonesia ke Korea Selatan. Dia mengatakan sangat senang menerimanya dan dia pun mengirimi saya CD itu. Oh, sejujurnya saya tidak pernah berpikir untuk mendapat imbalan seperti ini ketika dahulu saya memberikan barang-barang yang saya sendiri pun iseng mengirimnya karena saya ingin dia mengetahui setidaknya sedikit tentang bahasa Indonesia. Namun, saya sangat berterima kasih karena pemberiannya sangat menyenangkan. Dalam paket itu pun terdapat surat tulisan tangannya yang membuat saya ingin selalu menangis setiap membacanya.


Ini adalah paket kiriman koordinator acara saya yang disebut "Wanita Siap Kerja", kertas kecil berbentuk Hanbok (baju tradisional Korea) itu adalah surat tulisan tangannya


Ah, saya rindu masa-masa di Korea Selatan, saya rindu tidur di bis yang memiliki tempat menaruh minum tersendiri di setiap tempat duduknya. Saya rindu berjalan-jalan di udara dingin musim gugur yang membuat saya hampir mimisan. Saya rindu menyanyi lagu dengan berbagai versi bahasa. Saya rindu jajan di pinggir jalan kota Seoul. Saya rindu menawar harga barang-barang kerajinan di sana dan mendapat diskon karena saya orang asing yang katanya pintar berbahasa Korea.


Saya rindu menaiki kereta bawah tanah yang stasiunnya berada sangat jauh dari tempat saya menginap hingga saya harus berjalan kaki di udara dingin yang membuat kaki gemetar. Saya bahkan rindu menunggu lampu hijau bagi pejalan kaki menyala dan saya bahkan rindu diomeli dengan kedua koordinator saya karena saya selalu tidur di setiap kesempatan dan selalu jarang menghabiskan makanan yang katanya mahal (karena porsi makan orang Korea bisa 3x lipat lebih besar dari porsi makan saya). Saya rindu Korea Selatan, saya rindu mereka, saya juga rindu tim Indonesia, apa kabar kalian? Semoga kalian selalu baik-baik saja. Tidak apa-apa ya saya pamer di sini, pamer tentang keberuntungan saya bertemu kalian dan mendapatkan kalian masih tinggal dengan baik di hati saya.


-----


Bagi kalian yang penasaran dengan J Rabbit, inilah mereka :








mereka mengagumkan, bukan? :D



By Dita Oktamaya